Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Firli dan Ahok, Dua Bidak Pembuka Kubu Radikalis?

16 November 2019   20:01 Diperbarui: 16 November 2019   20:04 2570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kini sedang riuh rendah penolakan dan narasi asal bukan Ahok untuk masuk salah satu BUMN. Sangat wajar melihat reputasi Ahok yang telah dilakukan era lampau. Beberapa bulan lalu, Firli yang akan menjadi ketua KPK pun mengalami penolakan yang sama.

Firli dan KPK

Entah mengapa mendadak begitu gencarnya KPK terutama wadah pegawai dengan segala narasinya menolak semua gagasan, ide, dan masukan pemerintah. Termasuk revisi UU KPK, yang kemudian meminta Perppu untuk UU KPK baru. Demo yang diwarnai rusuh dan korban dengan segala keanehannya, saling tumpang tindih dengan berbagai kepentingan, termasuk revisi KUHP.

Demo paling marak karena melibatkan anak sekolah menengah segala. Pun mahasiswa yang aneh serta lucu karena ternyata tidak tahu isi yang dimaksudkan. Kepentingan soal  kabinet ikut berbicara.

Entah apa yang merasuki pimpinan KPK yang bisa muler mungkret, mundur kemudian batal. Yang jelas banyak kepentingan dan salah satu yang demikian dominan kata orang soal adanya kekuasaan maha kuat pada WP.

Sangat logis juga karena mereka yang selalu di sana, hingga usia purna, lain-lain hanya sebentar sesuai penugasan atau komisioner yang berbatas waktu periodisasi. Nah ternyata ada yang melihat celah itu dan memanfaatkan.

Ketika semua akan ikut UU ASN, mereka tentu tidak akan leluasa.  Wajar langsung narasi bahaya karena independensi bisa terbelenggu. Ini pun dilakukan oleh pendukung setia Jokowi, jadi bukan siapa-siapa atau menuding kelompok tertentu. Semua kacau pemikirannya. Lha MA dan Kejaksaan Agung pun pegawainya tetap ikuti UU ASN.

Penolakan itu sejatinya, emoh adanya komisioner apalagi ketuanya adalah Firli yang jelas tahu seluk beluk dan kemungkinan permainan di dalam KPK yang sekian lama melabeli diri dan mendapatkan simpati publik sebagai lembaga paling baik itu.

Toh namanya lembaga ya harus ada pengawas lah, presiden saja diawasi kog. Aneh dan lucu saja mau ugal-ugalan, jadi jangan salah jika ada persepsi, asumsi, dan dugaan, bahkan tudingan ada jual beli atau menyandera kasus.

Ahok dan Pertamina

Ini juga masih sebatas rumor. Belum ada pelantikan, namun mengapa demikian gegap gempita penolakan dari Pertamina, lagi-lagi sejenis dengan wadah pekerja. 

Sah-sah saja ketika orang mengulik dan menemukan kaitan dengan aksi tahun lampau. Susah berkelit apalagi ketika media sosial menjadi alat juga oleh kelompok yang sama.

Penolakan yang terkesan lebay, mirip dengan KPK juga. Apakah ikut lebay ketika ada anggapan jangan-jangan, karena aksi fundamentalis dan radikalis yang ada di dalam sana terusik.

Jokowi dan KPK dulu, masih begitu sumir persoalan. Kepentingan masing-masing faksi masih belum demikian jelas. Dengan penyusunan kabinet dan pernyataan awal yang jelas dan terukur soal radikalisme, seperti dinyatakan Menag, Menhan, dan Menkopolhukam, jelas arahnya ke mana. Toh semua terutama yang di KPK cenderung "jinak" dan tenang, semua berjalan seperti apa adanya.

Kabinet bekerja, dan BUMN yang banyak ditengarai menjadi persemaian, bahasa Latinnya seminari, kelompok fundamentalis, dengan acara keagamaan oleh para  simpatisan dan juga pemuka yang cenderung ultrakanan, wajar ketika ada dugaan miring. Dan pembersihan anasir Antipancasila mendapatkan momentum yang tepat.

Wadah atau serikat pekerja sangat strategis. Mereka jauh lebih tahu lapangan, tahu kondisi, bekerja penuh tidak terbatas waktu dan periodisasi. Mereka sangat mungkin dikemas menjadi kekuatan untuk kepentingan sekelompok orang atau pihak. Jalur-jalur tikus, kecil dan tersembunyi lho bukan soal mainkan atau mencari celah, mereka paham. Jadi bisa menyetir manajemen malahan.

Apa yang seharusnya dilakukan untuk memperbaiki?

Sosialisasi dan reevaluasi bagaimana hidup bernegara yang baik dan benar. Pancasila itu pedoman, dasar, dan jiwa berbangsa. Mana ada pertentangan Pancasila dan agama, sama sekali tidak ada kog. Kalau bergama baik tentunya menghayati Pancasila ya baik, pun sebaliknya. Jika mempertentangkan patut dipertanyakan ideologi berbangsanya.

Taat azas dan taat konsensus. Bangsa ini sudah selesai dengan ideologi Pancasila. Mau yang ke kanan atau ke kiri sama-sama sudah ditutup pintunya. Ketika komunis begitu menjadi momok, mengapa yang agamis seolah menjadi bak jagoan? Kan lucu, apalagi menggunakan isu komunis untuk meneror.

Azasnya jelas Pancasila. Konsensus hidup dalam pilar NKRI. Lha yang tidak mau setia akan itu ya silakan pilih, antara dituntut makar atau ke luar dari Indonesia. Kan jelas parameternya. Jangan malah kemudian ngeles dan menuduh negara otoriter, memasung kebebasan berekspresi.

Keberadaan Firli dan Ahok membuka kedok yang sekian lama disimpan rapat. Mereka belum apa-apa sudah bereaksi secara berlebihan, kan aneh dan lucu ketika belum ada keputusan pun sudah melakukan penolakan. Sama juga dengan belum disentuh sudah lompat duluan seperti orang latah.

Trik jitu yang dilakukan untuk menguak tabir sebagian besar perilaku menyimpang berbangsa dan bernegara. Mereka pantas meradang lah selama ini sudah terbiasa berbuat sesuka hati dengan aman sentosa. Tiba-tiba harus terpenggal. Sama juga ornag lagi  mimpi indah diguyur air, siapa yang tidak ngamuk coba.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun