Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Firli dan Ahok, Dua Bidak Pembuka Kubu Radikalis?

16 November 2019   20:01 Diperbarui: 16 November 2019   20:04 2570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sah-sah saja ketika orang mengulik dan menemukan kaitan dengan aksi tahun lampau. Susah berkelit apalagi ketika media sosial menjadi alat juga oleh kelompok yang sama.

Penolakan yang terkesan lebay, mirip dengan KPK juga. Apakah ikut lebay ketika ada anggapan jangan-jangan, karena aksi fundamentalis dan radikalis yang ada di dalam sana terusik.

Jokowi dan KPK dulu, masih begitu sumir persoalan. Kepentingan masing-masing faksi masih belum demikian jelas. Dengan penyusunan kabinet dan pernyataan awal yang jelas dan terukur soal radikalisme, seperti dinyatakan Menag, Menhan, dan Menkopolhukam, jelas arahnya ke mana. Toh semua terutama yang di KPK cenderung "jinak" dan tenang, semua berjalan seperti apa adanya.

Kabinet bekerja, dan BUMN yang banyak ditengarai menjadi persemaian, bahasa Latinnya seminari, kelompok fundamentalis, dengan acara keagamaan oleh para  simpatisan dan juga pemuka yang cenderung ultrakanan, wajar ketika ada dugaan miring. Dan pembersihan anasir Antipancasila mendapatkan momentum yang tepat.

Wadah atau serikat pekerja sangat strategis. Mereka jauh lebih tahu lapangan, tahu kondisi, bekerja penuh tidak terbatas waktu dan periodisasi. Mereka sangat mungkin dikemas menjadi kekuatan untuk kepentingan sekelompok orang atau pihak. Jalur-jalur tikus, kecil dan tersembunyi lho bukan soal mainkan atau mencari celah, mereka paham. Jadi bisa menyetir manajemen malahan.

Apa yang seharusnya dilakukan untuk memperbaiki?

Sosialisasi dan reevaluasi bagaimana hidup bernegara yang baik dan benar. Pancasila itu pedoman, dasar, dan jiwa berbangsa. Mana ada pertentangan Pancasila dan agama, sama sekali tidak ada kog. Kalau bergama baik tentunya menghayati Pancasila ya baik, pun sebaliknya. Jika mempertentangkan patut dipertanyakan ideologi berbangsanya.

Taat azas dan taat konsensus. Bangsa ini sudah selesai dengan ideologi Pancasila. Mau yang ke kanan atau ke kiri sama-sama sudah ditutup pintunya. Ketika komunis begitu menjadi momok, mengapa yang agamis seolah menjadi bak jagoan? Kan lucu, apalagi menggunakan isu komunis untuk meneror.

Azasnya jelas Pancasila. Konsensus hidup dalam pilar NKRI. Lha yang tidak mau setia akan itu ya silakan pilih, antara dituntut makar atau ke luar dari Indonesia. Kan jelas parameternya. Jangan malah kemudian ngeles dan menuduh negara otoriter, memasung kebebasan berekspresi.

Keberadaan Firli dan Ahok membuka kedok yang sekian lama disimpan rapat. Mereka belum apa-apa sudah bereaksi secara berlebihan, kan aneh dan lucu ketika belum ada keputusan pun sudah melakukan penolakan. Sama juga dengan belum disentuh sudah lompat duluan seperti orang latah.

Trik jitu yang dilakukan untuk menguak tabir sebagian besar perilaku menyimpang berbangsa dan bernegara. Mereka pantas meradang lah selama ini sudah terbiasa berbuat sesuka hati dengan aman sentosa. Tiba-tiba harus terpenggal. Sama juga ornag lagi  mimpi indah diguyur air, siapa yang tidak ngamuk coba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun