Ahok dan Rizieq Shihab pada Persimpangan Jalan
Dua nama yang hari-hari ini sedang menjadi perbincangan, satunya yang menyatakan diri, satunya oleh pihak lain yang mengatakan. Rizieq mengatakan dalam kanal media sosial kalau ia dicekal dan biasa tanggapan lucu-lucuan bermunculan.
Tidak berselang lama "musuh" lama Rizieq, Ahok dipanggil Menteri BUMN, Erick Tohir, dan mematahkan pula spekulasi mengenai Dewan Pengawas KPK. Dewan Pengawas  KPK ini menjadi polemik berkepanjangan. Pendukung Ahok meyakini ia adalah sosok tepat, dengan melihat karakter dan keberanian Ahok.
Pada sisi seberangnya, kasus Ahok dengan pidananya menjadi masalah yang terus saja didengungkan. Dan Ahok sendiri juga tahu diri dengan keberadaannya. Toh bagi pendukung dan penentang buta sama-sama tidak nalar. Mengharuskan dan pada sisi lain menghujat tidak tahu diri dan mengatakan residivis segala. Padahal kan belum ada pengulangan pidana Ahok, toh sudah disematkan residivis, tidak tahu atau memang bloon, tapi sok tahu.
Polemik Rizieq
Jelas ini settingan, kesengajaan, dan bukan sebuah hal natural. Siapa tidak kenal RS dengan segala retorika, narasi, dan rekam jejaknya di dalam mengunakan kekuatan pengaruh massalnya. Tidak perlu berpanjang lebar soal kelucuan mendadak cekalnya, namun bagaimana surat cekal yang tiba-tiba ada, dan lucunya malah katakan KSA yang mengeluarkan cekal, namun menuduh pemerintah RI.
Lha kan jelas bahasa dan huruf KSA jelas bukan huruf Latin, huruf Arab, dan mosok tidak bisa membedakan dengan segera. Kan aneh. Memang jelas arahnya maunya memojokan bangsa sendiri, demi memainkan narasi kriminalisasi ulama. Toh sudah tidak lagi laku dan makin sedikit yang masih meyakinan model kuno yang diulang-ulang.
Pejabat tinggi memang bersikap dan menjawab persoalan ini, Menkopolhukam dan menhan memang bereaksi, pun Menlu, juga Dirjeng Imigrasi, kedutaan kedua negara. Toh bukan berbicara soal akan seperti apa nasib RS, hanya menyatakan mereka tidak terlibat atas keberadaan yang bersangkutan itu saja.
Ulah dia sendiri juga pergi ke KSA, misalnya ada upaya kesengajaan atau settingnya mengenai chatt mesumnya. Lha mengapa ia lari? Jika ia menuding Jokowi, beberapa hal yang patut dilihat.
Apa pentingnya Jokowi mempermalukan diri dengan mengurus satu orang yang sangat mudah dipenjara era SBY. Artinya dia ada yang melindungi, dan presiden tentu paham dan tahu.
Pemilih Jokowi dalam lingkaran birokrasi, militer, dan sejenisnya rendah, jadi jika itu rekayasa pemerintah akan dengan mudah pasti bocor. Bayangkan saja ASN 10 yang memiloih Jokowi hanya tidak sampai tiga kog, sangat mungkin yang lebih banyak itu akan teriak, pun jika menggunakan jasa lain, setali tiga uang.
Melihat gelagatnya sampai detik ini, RS pribadi yang merasa benar, tidak salah, dan apalagi mau memperbaiki dan bertanggung jawab atas perilakunya. Lha merasa benar apanya yang mau diluruskan, dan malah mempersulit diri sendiri. Wajar juga jika pengikut apalagi pemujanya mengekor pola pikirnya demikian.
Keberadaan Ahok
Erick Tohir sebagai profesional tentu paham permainan di dalam dunia usaha, terutama plat merah yang selama ini inefisien, cenderung menjadi ladang dan ATM, serta tidak berdaya guna untuk kehidupan berbangsa. Laporan demi laporan kerugian yang diderita. Memang akhir-akhir ini ada yang membaik, toh masih juga yang buruk.
Kepentingan asing pun jangan dianggap sepele dan sederhana. Mereka juga selalu mengincar dengan berbagai-bagai cara. Ketika jalur resmi sudah susah, mereka sangat mungkin melakukan pendekatan lewat parpol atau orang-orang yang bisa dibeli.
Menteri yang tahu kondisinya bisa sangat rentan, ia bukan orang parpol, perlu kekuatan yang bisa membantu kinerjanya di dalam menghadapi ganasnya parpol dalam menggarong. Ingat dan lihat bagaimana perkelahian Ahok dulu menghadapi mereka.
Ahok ada di luar, dia tidak menawarkan diri, apalagi sampai membuat lamaran via media sosial. Toh dicari karena memang kapasitasnya. Apa yang ia lakukan berdampak. Dan dunia usaha tidak melihat apa ia dipidana, namun mengapa ia dipidana. Manajemen BUMN sangat perlu tangan dingin namun sekaligus tangan besi Ahok.
Ia yang tidak takut dengan dasar kontitusi itu memang pas di sana. Ini soal efisiensi, dan tata kelola yang tidak baik. Kebocoran karena kepentingan, bukan karena usaha yang buruk. Belum lagi parasit-parasit dan lintah yang ada di dalam tubuh BUMN.
Prinsip mengalah dan ikuti aturan hukum justru membantu Ahok dan ia selesai dengan hukum kini kembali pada derajat yang lebih baik. Coba jika ia merasa tidak bersalah dan ia banding terus menerus, kemudian PK, keadaan jauh lebih buruk dan rumit. Dua tahun yang ia tanggung dengan berat itu kini menuai hasil.
Dua nama itu memang bak magnet dengan kutub yang sama. Sama-sama keras, bersaling silang, dan tidak pernag akur. Namun menunjukan kualifikasi dengan diri mereka sendiri. Keberadaan mereka sama-sama pada sisi luar, dengan berteriak RS mau menunjukkan eksistensi diri. Sayang ia yang sudah tersemat label kabur dan tidak tanggung jawab akhirnya disepelekan dan dilupakan begitu saja.
Ahok yang memang mulutnya bocor itu karena secara umum ia berprestasi, dengan pidananya ia bertanggung jawab. Pernyataannya demi negara ia siap di BUMN, dan kembalilah ia pada jalannya yang berbeda. Memang aturan bekas narapidana membatasinya, toh masih ada peluang lain.
Berbeda RS yang memilih tetap bersikukuh tidak bersalah, malah terbuang ribuan kilo meter. Dan jangan kemudian nanti menuduh Ahok bersekongkol pula. Ini soal pilihan, mau susah di depan apa maunya sulit terus demi mengedepankan klaim sendiri itu.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H