Pekerjaan rumah bagi Menko PMK, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta Menkominfo, konkret di depan mata, dan mendesak.
Tentu ini bukan membicara mengenai berita duka yang ada. Ikut berduka mendalam bagi keluarga dan bangsa Korea. Dan prihatin bagi dunia dan keluarga artis Indonesia. Maaf mengambil dan menggunakan peristiwa ini sebagai bahan pembelajaran bersama tentunya.
Korea dan Budaya
Konon, membaca di media sosial, di Korea jika ada artis ketahuan berbuat buruk, tercela, apalagi melanggar hukum akan mendapatkan sanksi sosial yang cukup berat. Pekerjaan dihentikan, dan harus memulai dari awal, dan merintis itu jelas tidak gampang.
Hukuman yang baik karena mereka adalah public figure yang setiap langkah dan lakunya menjadi sorotan dan kadang panutan. Jelas ini dibaca sebagai penting bagi bangsa Korea, sehingga apapun yang buruk harus mendapatkan "hukuman". Efek jera memang menjadi pembeda dan penting.
Cukup membanggakan juga bahwa Korea masih kuat soal budaya, pakaian, bahasa, tulisan, dan itu bisa bertahan di era modern ini. Yang tradisional tidak menghilang dan dianggap memalukan. Lihat saja mereka bisa bersaing dengan teknologi, bahkan beberapa budaya seperti lagu, drama, dan gaya hidup abg, begitu kuat di sini.
Artis Indonesia,
Miris, merintis usaha menjadi tenar dan papan atas sering membuat "drama", kawin cerai, berkelahi, dan tidak jarang melanggar hukum. Persidangan pun dibuat drama dan menjadi pembicaraan media yang hingar bingar. Sepulang dari bui sangat mungkin naik kelas dan benar-benar tenar.
Cemar Tidak Soal Asal Tenar.
Tidak perlu menyebut nama. Toh banyak yang berperilaku minor demikian dan mendatangkan pemasukan yang luar biasa besar. Cukup miris sebenarnya, tidak dikenal dari karya seninya, namun kontroversi dan bisa menjadi pujaan publik. Jangan salah, yang dicela di media sosial pun ketika bertemu juga meminta berphoto kog.
Lihat saja berapa banyak artis yang benar-benar tenar karena karya mereka atau karena hasil kontroversi mereka? Malah lebih banyak artis yang karyanya bagus kalah tenar apalagi soal kaya dari pada artis kontroversial.
Penghargaan Bukan Prestasi tapi Kontroversi dan Sering Masuk TV
Miris sebenarnya, ketika masuk televisi itu bukan karena prestasi. Ini hanya menaikan rating. Bisnis, penonton dan iklan, bukan soal pembelajaran. Mosok artis yang belum apa-apa tiba-tiba berkelahi diundang TV di mana-mana dan kemudian mengeluarkan lagu, atau main film.
Ada harapan ketika Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif orang media, wakil juga memiliki akses banyak ke media karena raksasa media ada kaitan keluarga, ini bukan soal KKN namun soal akses lebih baik. Bagaimana membangun tontonan sekaligus tuntunan. Â
Kemenko PMK kelihatannya perlu sangat serius menangani hal ini, bersama Kemenkominfo, jangan hanya bicara porno saja, namun yang model begini juga diperhatikan dengan seksama.
Penghargaan akan Hasil Abai Proses
Seluruh elemen bangsa ini abai proses, suka hasil, lihat saja penghargaan titel, ijazah beli. Enggan kerja keras mau kaya, maling, korupsi, dan kalau orang desa menggunakan pesugihan, jangan heran artis menjual diri demi gaya hidup dan mewah tanpa kerja susah. Penghargaan masih tinggi meski tahu perilaku buruk dan jelek.
Koruptor saja masih bisa menjadi penguasa dengan alasan dan dalih HAM. Â Ini gaya hidup dan soal penghargaan dan kehormatan orang bukan karena prestasi dan kinerja, tetapi kekayaan, ketenaran, dan labeling lain. Semua lapisan masyarakat masih model demikian.
Keteladanan dan Figur Baik Sangat Kurang
Bagaimana elit dan public figure yang harusnya bersikap sebagai panutan dan hidup baik, memberikan contoh, malah contoh yang buruk. Dan daya tiru masyarakat yang tinggi sebatas meniru mau buruk atau baik tidak menjadi pertimbangan.
Keberanian yang Dipuja Bukan Malu.
Susah ketika tabiat bangsa ini mengedepankan keberanian bukan perasaan malu. Nah ketika melanggar dan bangga dan malah seoalh jagoan, lihat di jalanan, pun koruptor masih cengegesan dan masih kaya raya, susah mengubah jika tidak serius kehendak baik seluruh elemen bangsa.
Pendidikan baik agama ataupun pendidikan formal, sekolah semua jenjang lebih mementingkan bagaimana memahami dan kemudian memilah dan memilih bahwa yang baik itu ya berkaitan dengan moral yang baik. Tidak semata hapal dan tahu banyak, namun juga bisa memilih dan memisahkan yang baik.
Tabiat anak bangsa juga dibina agar tidak mengedepankan prosedur, dan dalih, serta pembenaran diri atas perilakunya. Hampir seluruh lapisan anak bangsa ini berkutat pada itu saja, lagi-lagi ilmu agama dan pemahaman pemikiran menjadi penting.
Taat azas dan taat hukum. Menjadi penting sehingga malu jik melanggar hukum bukan takut kalau ketahuan saja. Hal yang perlu ditunjang oleh media dan seluruh elemen berbangsa dan bernegara.
Media lebih mengutamakan tuntunan, bukan semata-mata nilai ekonomi. Jika demikian miris. Boleh mencari uang, namun jangan menggunakan segala cara dan cara-cara buruk.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H