Jokowi yang kesulitan membersihkan anasir fundamentalis ultrakanan perlu figur yang sangat menarik, setara dengan dirinya, dan bisa mereka terima. Ini soal penerimaan dan kepercayaan bukan masalah iman atau agama.Â
Semua pada paham, siapa yang Islamnya jelas atau keluarganya campuran seperti Prabowo. Toh mereka lebih memilih Prabowo, ini bukan soal agama atau labelnya, soal siapa yang kemungkinan bisa dimanfaatkan. Jokowi sudah membubarkan kog.
Prabowo yang mereka sukai itu sampai perlu legitimasi hingga berjilid-jilid dalam ijtima ulama, artinya bahwa mereka memerlukan keberadaan Prabowo untuk perjuangan mereka.Â
Mereka tahu dengan baik siapa Prabowo, bagaimana beragamanya, latar belakangnya, dan seterusnya. Toh mereka mau dan suka cita, karena tidak ada lagi yang bisa.
Mengapa Prabowo? Tokoh lain jelas tidak mungkin. Level kontestasi nasional hanya Prabowo yang sebanding dengan Jokowi. Â Mereka yang kepepet kebijakan Jokowi dalam hal apapun suka atau tidak, rela atau berat hati tentu akan merapat pada Prabowo. Lihat saja oknum, kelompok, organ, atau narasi mereka selama ini seperti apa?
ASN langsung banyak yang bebersih tampilan media sosial mereka. Dampak dari keberadaan mendagri dan menhan yang sudah mulai bergerak dengan pernyataan menkopolhukam serta menag sekaligus. Ini harapan baik bagi bangsa dan negara ke depan.
Narasi nyinyir juga lebih sunyi jika tidak dikatakan senyap soal fundamentalisme. Lihat saja ketika Menkopolhukam lalu kena tusuk saja masih riuh rendah tudingan dan nyinyiran. Artinya keberadaan Prabowo untuk membersihkan aksi fundamentalis sudah berdampak.
Posisi Jokowi yang diserang sejak awal memang posisi yang serba salah. Keberanian mengambil Prabowo jelas pilihan jitu di dalam mengamankan Pancasila.Â
Coba sekarang kalau dikatakan antiislam, buka saja ijtima, kan mingkem mereka. Kalau dikatakan kriminalisasi ulama, toh siapa yang biasanya bergandengan tangan dengan mereka.
Pilihan yang lugas dan berani meskipun akhirnya membuat banyak orang sakit hati, patah hati bahkan, dan malah menuding melupakan relawan. Ini soal pilihan dan keputusan yang jauh lebih besar, ke depan, dan bukan semata kursi dan saat ini.
Mana ada mengatakan Prabowo komunis, atau Prabowo antiulama, berbeda dengan apa yang dilakukan Jokowi yang selalu salah dan dlabeli dengan agama, komunis, antekasing, dan sejenisnya. Nah sekarang label itu berbalik, ketika orang yang paling dipercaya oleh pelaku itu ada bersama yang biasa dilabeli.