Literasi dan pendidikan itu bisa lewat seminar, pertemuan dasa wisma, arisan dan pertemuan rutin ibu-ibu persit dan organisasi lain. Pengajian dan pendalaman iman juga sangat penting membahas penggunaan media sosial.
Gereja Katolik pernah mengangkat tema ini ketika Hari Komunikasi Sedunia, dengan tema, Media Sosial, bukan Media Soksial. Yang awalnya sosial, dari kata socius teman, dalam bahasa Latin, malah menjadi soksial, alias bencana.
Kebiasaan nonggo, berubah menjadi chatting, publish, menayangkan status, di mana tanpa jarak, tanpa sempat berbicara, dan ribuan, bahkan jutaan orang bisa langsung serentak menikmati. Â Dan kesempatan yang hanya seperkian detik itu pun bisa juga sudah terekam. Tabiat, kebiasaan, dan awalnya kebersamaan, bersama-sama dengan tetangga, kiri kanan, berinteraksi, toh bisa juga maksiat yang ada. Toh bertentangganya tidak dihapus bukan?
Masih gagap dalam penggunaan media, sangat mungkin. Orang bisa menjadi berani karena berjarak, dan minim pertimbangan karena pertimbangan viral, hot, dan terdepan. Hal-hal ini yang sering menjadi masalah dan gagal di dalam memanfaatkan media sosial yang sejatinya bisa sangat membantu dan berguna.
Membedakan mana yang penting dan  mana yang mendesak, mana yang penting namun tidak mendesak, mana yang tidak penting namun mendesak, mana yang tidak penting juga tidak mendesak  masih sering gagap. Kemampuan ini yang harus diolah, apalagi jika sekelas istri Dandim, tentu seyogyanya bisa memilah dan mimilih.
Gagasan mak-mak ber-hape jadul, sebagai sebuah upaya sih boleh-boleh saja, namun apakah itu menyelesaikan masalah? Jelas tidak. Malah mundur, menyelesaikan masalah tidak pada akar masalah.
Persoalannya adalah sikap bijak dan dewasa bermedia sosial, bukan soal hape modern atau jadul. Tidak salah juga media sosial atau tidak menggunakan media sosial. Ini yang harusnya disadari bersama. Lompatan  penyelesaian.
Membedakan mana baik buruk. Penting tidak, mendesak atau tidak masih sering salah, bahkan termasuk oleh pribadi berpendidikan tinggi. Berarti ada persoalan pada pendidikan yang harus dibenahi. Hal ini mengenai soal sikap batin di dalam mengambil keputusan dan memilih dan bersikap.
Menggunakan waktu dengan lebih bijaksana, memilih kegiatan yang bermanfaat, membaca, menulis, dan berdiskusi tentu memerlukan bekal pendidikan yang cukup dan kebiasaan ilmiah perlu dikembangkan terus menerus. Ini jauh lebih penting dari pada sekadar hape jadul.
Berbicara baik dan benar serta salah dan buruk berkaitan dengan ranah moral. Jika demikian berarti mengenai iman, agama, dan religiusitas. Agama tidak semata ritual dan ibadah dengan penuhnya rumah ibadah atau pakaian tertentu. Termasuk di dalamnya adalah pertimbangan baik dan buruk. Pemahaman yang menyeluruh akan sangat membantu bagi pribadi perpribadi untuk dapat bisa memilah dan memilih dengan dasar yang bertanggung jawab.
Bolehlah gagasan urgen, namun mosok ya harus mirip anak kecil begitu sih. Kepercayaan penting dan pendidikan itu utama.