Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tips Aman Bermedsos, Belajar dari Kasus Wiranto dan Istri Prajurit, Empati Vs Emosi

13 Oktober 2019   06:58 Diperbarui: 13 Oktober 2019   07:20 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketiga, jika memang gatal mau mengomentari, baik diskusi dulu dengan orang atau teman dumay yang sekiranya bisa memberikan pencerahan atau bahkan mungkin dukungan atau bantahan. Jika demikian, emosi sudah terkendali dan yang keluar itu netral, normatif, dan bisa sangat aman.

Keempat, sebenarnya bukan soal penusukan Pak Wir saja, hampir semua kejadian di Indonesia selalu saja dua sudut pandang. Bencana alam satu katanya azab, Jokowi salah, atau bencana betulan. 

Nah ini sama juga bom saja ada yang membela kog, ingat PKS dan Fadli Zon soal bom Surabaya. Tidak empati, jangan juga emosi. Jaga itu, jika memang tidak suka diam saja, dari pada ribet.

Kelima, membangun sikap berbeda itu bukan musuh. Memang tidak mudah, karena perpolitikan bangsa ini sudah rusak. Kemarin ada rekan media sosial melihat masa usai pilpres sering berseberangan dan ia menganggap sia-sia berseteru usai Prab ke istana.  Saya tidak berseteru, hanya berdiri berbeda. Nah sikap ini sering menjadi bumerang.

Jika melihat berbeda itu bukan musuh, ada kejadian apapun kemanusiaan yang akan muncul, bukan kutuk, azab, atau doa buruk, namun prihatin, empati, dan doa positif yang ada. Ini perlu terus menerus menjadi kesadaran.

Keenam, sikap kritis itu tidak berdasarkan emosional, justru rasional. Jika emosional bukan lagi kritis, namun jatuh pada kebencian dan luapakan kemarahan, dan itu mengurangi nilai kritis dan malah berabe yang diperoleh.

Sekali lagi, jangan ikut-ikut elit yang akan mudah bersilat lidah dan memiliki jaringan yang kuat. Benar bisa salah, salah bisa benar.

Ketujuh, perhatian bagi yang masih memiliki  atasan, baik ASN, militer, polisi, ataupun pihak swasta. Apa yang dianggap baik dan benar itu belum tentu demikian dengan pihak atasan. Bisa berabe jika sudut pandang berbeda. Berbuat dan membantah seperti apapun akan kalah kalau atasan memiliki afiliasi yang berbeda.

Kedelapan, lihat situasi dan kondisi. Nah ini orang sering salah memasuki ranah sikon yang pas ini. kemarin baru viral soal jam 200 tahun yang dianggap murahan toko jam, dianggap cukup baik bagi toko antik, dan sangat berharga bagi museum. 

Di sini peran melihat situasi dan arah angin itu penting. Bagaimana tidak, ketika konsentrasi bangsa sedang mau membersihkan anasir fundamentalis eh malah memberikan oksigen pada afiliasi itu.

Sering karena salah pergaulan, akhirnya jam klasik itu dijual pada toko jam biasa, ya murah karena tidak kekinian dan tidak akan ada peminat. Masa menjual perlengkapan naik gunung di pulau yang tidak ada gunungnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun