Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Urgensinya Jokowi Mundur

21 September 2019   09:43 Diperbarui: 21 September 2019   10:22 1194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Urgensinya Jokowi Mundur

Usai pertemuan dua kontestan pileg di MRT, kondisi elit memang langsung adem, namun banyak perilaku menengah ke bawah makin ribut. Ada kecenderungan bahwa menengah dan beberapa elit bak kebakaran jenggot. Apa yang diharapkan Prabowo tetap ngeyel tidak terjadi. Rupa-rupa aksi terjadi. Ada selalu seperti minuman ringan, apapun aksi, Jokowi turun menjadi jawaban.

Aksi baik secara langsung atau tidak, tetap Jokowi sebagai sasaran. Aneh dan lucu, mulai rusuh Surabaya yang berkait dengan Papua. Desakan Jokowi datang ke Papua dan narasi selanjutnya sudah dipahami. Apa coba urgensi presiden, kan ada menko, menteri, gubernur, panglima TNI, kapolri toh tidak ada yang disebut dan dipaksa ke sana. Jelas artinya Jokowi pokoke salah.

Beberapa hari ini malah begitu banyak ragam gawe DPR yang berulah, lagi-lagi Jokowi yang dipersalahkan.  Paling tidak ada tiga gawe dewan yang nggapleki,

Satu, soal pemilihan komisioner KPK. Ini tanpa ada pemilihan toh dalam KPK juga akan ngisruh. Tetapi bahwa dewan terlibat jelas ada. Kemudian menimpakan semua beban pada presiden. lagi-lagi memang ada narasi dan kekuatan yang menggoreng kalau Jokowi penyakitnya. 

Padahal dengan jelas, terang benderang, masalah ada di mana, yang memilih siapa, mengapa Jokowi? Benar bahwa ia adalah presiden, namun apa apa ya semua presiden?

Dua, revisi UU KPK, lagi-lagi ada dewan yang justru memiliki peran, mereka yang konon melanggar prosedur, ada juga masalah di KPK, namun tudingan melemahkan adalah Jokowi, dan lagi-lagi Jokowi mundur.  Pemaksaan panggung yang terlalu kentara siapa bermain.

Tiga, pengesahan RKUHP, tanpa keberanian menghentikan upaya pengesahan dari presiden, entah apa lagi narasi yang ada. Toh sudah banyak lontaran Jokowi turun juga berkaitan dengan hal ini. Padahal jika mau jernih memang gawe presiden saja semua produk hukum itu? Ada menteri, ada dewan pemalas itu. Toh ujungnya Jokowi. Lagi-lagi jelas.

Dua peristiwa yang berujung sama, soal kebakaran hutan dan IN tersangka. Keduanya menjadi alasan mendesak Jokowi mundur. Akan ada lagi desakan-desakan senada dengan berbagai-bagai bahan, cara, dan upaya, entah kreatifitas apalagi yang mereka ciptakan.

Urgensinya jika Jokowi mundur apa? Keadaan kacau, chaos, dan tidak ada kepastian hukum. Mengapa tidak ada kepastian hukum?

Upaya sengketa pemilu yang normal dan abnormal sudah diupayakan dan selesai.  Toh kedua peserta yang bersaing sudah ketemu dan baik-baik saja. Namun upaya menyiptakan ketidakpastian hukum itu ada saja caranya. Bagaimana bisa pemenang pemilu mau diminta mundur, ingat yang memilih jelas lebih banyak.

Legitimasi siapa pengganti jika benar presiden terpilih mundur. Skenario yang terjadi bisa sangat banyak. Paling waras adalah Maruf Amin sebagai wapres terpilih. Toh ini tidak akan menjadikan keadaan lebih baik. Perlu diingat ketika partai pengusung dan capres mengumumkan nama ini, gejolak seperti apa. Tentu masih  ingat dan paham.

Prabowo sebagai capres yang kalah dalam pertarungan. Akan menjadi tertawaan seluruh dunia, ketika kalah malah dilantik dengan melibatkan banyak tekanan. Dan dalam hemat saya, Prabowo tidak akan mempermalukan diri demikian rendah. Tidak membuat keadaan lebih baik.

Sebuah formatur, lagi-lagi siapa yang akan duduk di sana? Kekacauan yang terjadi tanpa alasan yang memadai. Berbeda ketika 45 merdeka, memang keadaan serba darurat. Lha ini, pemilihan umum sudah berlangsung, mahal lagi, belum lagi semua upaya baik formal, dan nonformal, pun informal semua sudah dilakukan. Tidak menjadikan negara lebih baik.

Tudingan ada penunggang dari pihak Gerindra nampaknya makin jelas. Mengapa? Karena mereka sekarang jauh lebih pasif, dan ada kelompok, organ yang msif mengagendakan Jokowi turun dengan memaksakan banyak aturan dan hukum yang banyak bersinggungan dengan mereka. Ada demo mendukung salah satu kepentingan namun juga menyelipkan pemulangan tokoh mereka.

Jika politikus dan partai yang waras bermain jelas tidak mungkin. Partai dan politikus jelas memiliki aturan dan hukum yang jelas. Tidak akan memaksakan kemenangan dengan jalan inkonstitusional. 

Benar bahwa banyak pelaku politik yang malu-malu kucing, termasuk juga parpol. Toh bukan sebagai organisasi resmi, hanya para pelaku itu bagian parpol dan juga bahwa parpol itu pun kata beberapa oknum, bukan kebijakan resmi.

Siapa paling mungkin menjadi pelaku? Jelas melihat rekam jejak, narasi yang dibangun, dan ujaran adalah kelompok, ormas, dan aliran yang dibekukan. Selama ini masih baru disebut terlarang, belum ada aksi lanjutan, seperti penegakan hukum. Perilaku mereka yang bak copet ketahuan susah dibersihkan.

Melihat realitas yang demikian tidak baik, mereka menyoba semua daya upaya untuk menghentikan pemerintahan yang sudah berani mengusik mereka. Jangan dianggap sederhana. 

Mereka sudah bisa merasuki semua lini kehidupan, dan ketika tinggal sejengkal bisa mendapatkan kekuasaan tertinggi itu, tiba-tiba dibuyarkan kedatangan pemimpin yang tidak terduga-duga berani mematahkan semua usaha mereka.

Parpol pun memang mempunyai kepentingan demi kursi baik kabinet atau lainnya, tetapi tidak akan sampai semasif itu. Mereka justru ikut dompleng keadaan ini. Sangat miris demokrasi menjadi ajang kepentingan sesaat dan sekelompok sejatinya.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun