Rekam jejaknya memberikan sebuah peringatan, bahwa ini bukan keprihatinan elit atau anak bangsa, namun sebentuk upaya menakut-nakuti dan meremehkan kemampuan pemerintah karena tidak ia sukai. Itu tidak penting, karena toh memang ia tidak suka semua presiden, karena ia pengin dan tidak terlaksana.
Semakin tidak mengarah pada bentuk keprihatinan secara positif ketika dilanjutkan dengan pernyataan selanjutnya jangan kemaruk memindahkan ibukota, itu tidak mendesak. Justru jauh lebih besar dan inti adalah pada soal pemindahan ibukota. Mengapa demikian miring soal pemindahan ibukota?
Ada kemungkinan pihaknya memiliki rencana jangka panjang soal kepemilikan di sekitaran Jakarta. Apa jadinya jika Jakarta bukan lagi sementereng saat ini karena semua pusat ada di sana. Benarkah karena Jokowi kemaruk?
Lha Bung Karno sudah pernah menyiapkan itu semua kog, apanya yang kemaruk dari Jokowi? Apa Bung Karno juga kemaruk? Hal yang sudah sangat lama, bukan tiba-tiba. Pun kondisi Jakarta juga semakin tidak kondusif sebagai sebuah ikon negara besar.
Pemindahan ibukota itu hal yang biasa, banyak negara juga melakukan, tidak melanggar UU, tidak pula merusak sendi-sendi berbangsa. Mengapa harus khawatir dan takut berlebihan?
Appalagi alasan adalah anggaran, berapa banyak anggaran yang sudah dimaling  para bandit demokrasi selama ini? Banyakan mana yang dialokasikan untuk pembangunan ini dan yang sudah diembat demi memenuhi hasrat tamak dan cinta diri para elit itu?
Jauh lebih positif pindah dari pada memperbaiki Jakarta dengan segala problematikanya. Ditingkahi gubernurnya belagu sok presiden lagi. Kondisi hampir semua hal susah untuk diubah menjadi lebih baik. Jakarta sudah masa lalu. Bagian kota pusat bisnis dan ekonomi masih lah mungkin.
Amin bersama kelompoknyalah yang akhir-akhir ini ramai menyoal pemindahan ibukota, ketika kereta sudah membunyikan peluit, namun tawaran kursi itu belum juga jelas. Ketakutan ketinggalan kereta, masih juga investasi di Jakarta akan tenggelam, siapa tidak panik.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H