Getah-Getih ke Gabion, Politik Cemar Asal Tenar, Memang Anies Salah?
Batu gabion ala Anies Baswedan menuai pro dan kontra. Jelas saja, usai bambu ratusan juta kini ada meme, bambu dikutuk jadi batu dengan dana yang sekitar sepertiganya. Lebih miris lagi, batu itu adalah batu karang.
Seolah Anies hanya menebar kontroversi di Jakarta, apa sih salahnya? Satu saja salahnya, ia menggantikan jabatan gubernur dari pejabat-pejabat keren dengan ide, gagasan, dan juga eksekusi. Itu saja. Â Nah upaya bawah sadar Anies tentu tidak mau kalah dengan itu, seolah minum air laut, malah ia gawal terus terusan. Dan kini seolah malah menikmati.
Apakah Anies Baswedan tidak tahu? Jelas ia tahu dengan baik, ia politikus cukup ulet dan licin, ia bisa ada pada gerbong SBY, manufer berbalik menjadi motor di balik Jokowi menjadi presiden 2014, dan 2017 menjadi oposan atas Jokowi dengan berbagai trik dan intriknya.Â
Kebetulan ada lambe turah-nya Ahok, ia makin moncer dengan menjadi cagub dan gubernur sukses bersama Prabowo lagi. Lihat kelihaian yang ia perlihatkan. Jangan bicara soal kualitas.
Politik Korban.
Playing victim, pernah sukses dalam beberapa kasus pemilihan, termasuk dalam ajang pencarian bakat. Politikus pun ada yang menggunakan trik itu dan sukses. Toh pola yang terulang bisa membuat orang jenuh dan maaf menjadi muak. Hal yang sama diulang bisa terbaca dengan gamblang.
Politik pilkada DKI 2017 memberikan bukti itu dengan SBY sebagai mentor jembolan ternyata mengantar AHY pada posisi buncit dan mengeliminasi masuk putaran berikut. Karena pola dan cara yang dipakai sama persis.
Politik Cemar asal Tenar.
Lagi-lagi pilkada DKI 2017 menjadi pionir, terutama dilakukan oleh Sandi dengan berbagai-bagai tingkahnya. Baik dalam bersikap ataupun berwacana. Dan itu kesuksesan bukan semata karena politik cemar asal tenarnya, namun karena faktor lambe Ahok yang dikapitalisasi jadi modal politik lawan. Jadi jika menggunakan politik ini dalam konteks yang lain, kog susah.
Pembicaraan apalagi dalam media sosial, menjadi trending, mau dunia atau Indonesia toh bukan menggambarkan keterpilihan. Lagi-lagi aktornya adalah Sandi dalam pilpres, toh tetap saja hancur. Jangan mengatakan lho tenar kog, selalu dibicarakan dalam durasi panjang, ingat belum tentu dibicarakan itu juga dipilih.