Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Korupsi Dua Kali, Efek Jera, dan Pilkada 2020

29 Juli 2019   09:00 Diperbarui: 29 Juli 2019   09:04 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

OTTBupati Kudus tidak mengagetkan. Saat pemilihan serempak 2018 lampau, ada K-ners yang mengatakan jika politik uang di kota itu luar biasa. Bisa dua kali lipat yang dilakukan kandidat lain. apalagi rekam jejaknya pun masuk bui karena korupsi.

Ketika dinyatakan menang, langsung terpikir mampu berapa lama bertahan, dan benar, tidak sampai dua tahun tabiat lama terulang. OTT lagi, dan satu lagi bukti penegakan hukum untuk menimbulkan efek jera belum ada.

Kisah yang sebenarnya sama, sebangun, dan identik juga terjadi. Bagaimana Setya Novanto jalan-jalan dengan leluasa, lapas yang bisa dipermainkan para pelaku dan napi dengan berbagai kasus, namun ujung-ujungnya adalah uang. Hukuman, yang diperhalus dengan pembinaan itu masih sebatas istilah bagi para pemilik uang.

Hukuman memang bukan balas dendam, jadi bukan hukuman yang tidak mengenal perikemanusiaan, hukuman yang abai akan sikap keadilan, dan tentunya proses panjang keadilan dan penegakan hukum yang obyektif dan berimbang.

Mengapa seolah pelaku korupsi bisa demikian merajalela?

Masih banyaknya pembelaan dan belum menjadi musuh bersama. Hal yang seolah memberikan oksigen tambahan, bagi para pelaku korupsi yang dihukum. Pembelaan baik langsung ataupun tidak langsung. Bahasa yang digunakan indah, bahkan dengan label agama juga. Pelemahan KPK termasuk dalam hal ini.

Polemik ketika menjelang pemilu, dengan mencoret caleg yang pernah terlibat korupsi menandakan bahwa pembelaan terhadap mereka masih demikian kuat. 

Sok bijak dengan mengatakan kan hukuman sama juga dengan kembali putih.  Sejagtinya tidak sepenuhnya demikian, karena ini tabiat,  potensi pengulangan yang demikian besar, dan terbukti, efek jera itu lemah.

Musuh bersama sebagai senjata andalan untuk membuat mereka malu dan tidak lagi punya tempat. Jika demikian, orang tidak akan punya lagi muka apalagi senyam-senyum ketika tertangkap dan disidang karena korupsi, alias maling. Mereka masih punya nyali karena dibela banyak pihak.

Tarik menarik kepentingan dan saling memegang rahasia. Hal ini bukan rahasia umum lagi, ketika satu dua elit tertangkap korupsi mereka akan memberikan kesaksian ringan, karena mereka juga masuk dalam lingkaran itu, atau paling tidak, jaga-jaga sekiranya ketangkap, akan ada "penolong". Kong kalikong, tahu sama tahu menjadi sebentuk lingkaran setan korupsi.

Sikap mendua termasuk pembuat UU karena kehendak baik yang rendah. Mereka takut jerat tiang gantungan bagi mereka sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun