Pertama mengapa menggunakan nama Ahok bukan BTP, karena mau membahas "manusia lama" BTP, Ahok yang menjadi pembicaraan. Ketiganya gubernur dengan cara berbeda-beda untuk duduk sebagai orang nomor satu di DKI itu. Cukup unik memang keberadaan mereka ini, apalagi jika berbicara mengenai capaian.
Jokowi yang moncer di Solo, akhirnya membawanya masuk jajaran elit negeri dan menang melawan incumbent, Foke dengan segala pengalaman, dukungan politik dari pusat yang demikian kuat, sesama Demokrat, dan tentu birokrasi ala lampau.
Dua putaran Jokowi-Ahok sukses  untuk menjadi pasangan pimpinan DKI. Penataan demi penataan, gebrakan demi gebrakan dilakukan duet paling solid selama ini di dalam pemerintahan, yang sependek pengetahuan belum pernah ada lagi sesolid dan sesinergis mereka.
Jika melihat ganda putra badminton, kita banyak menemukan duet mengerikan dengan kekhasan mreka, Ricky-Rexy dengan rotasi yang mumpuni, atau kini minion, dengan keusilan dan kecepatan pukulan mereka. Pun ganda campuran juga demikian, banyak yang telah ada dan akan ada, pimpinan daerah belum, pun pusat pun belum.
Ahok, ini memang orang yang cukup menghebohkan dengan segala akibatnya. Mulutnya yang comel telah menebarkan banyak permusuhan. Berkali ulang menulis, ia jatuh bukan karena agama atau etnisnya, namun perilaku dan comelnya. Perilakunya yang mengacak-acak budaya lama korup, kerja seenaknya, dan omong asal bicara membuat banyak musuh.
Jokowi mengalami yang sama, ASN memilih kurang dari 30%, artinya hal yang sama dialami, soal etnis dan agama. Ahok yang Kristiani dan Chines pun disematkan pada Jokowi, artinya keduanya dijadikan musuh bersama karena kinerja bukan soal asal usul, latar belakang, etnis, ataupun label lain.
Kinerja dan prestasi malah  yang menjadi penghambat bagi laju pelayanan mereka. Soal etnis, di daerah juga ada yang beretnis Chines, soal Kristen ada juga, dan mereka baik-baik saja. Sepanjang DPRD-1,2 diam, artinya aman-aman saja pemerintahan itu, dan indikasi ada "permainan" di sana. Lihat usai Ahok, dewan paling ribut di Indonesia diam seribu bahasa. Tidak ada lagi berita mengenai keributan dan keriuhan antara legeslatif dan eksekutif.
Anies. Ini cukup heboh karena semua sudah paham dengan apa yang terjadi. Tidak perlu lagi menjadi bahasan, sudah usang dan juga basi. Satu yang jelas lebih menarik adalah mulainya membesarkan, menggaungkan namanya, usai Prabowo dianggap penghianat. Pelakunya dan kelompoknya pun sudah dipahami dengan baik oleh banyak pihak.
Keuntungan apa dengan nama Anies belum juga pelantikan sudah dilambungkan?
Pertama, gampang meliihat arah mereka ke mana. Dan mereka miskin inovasi, emosional, dan politik pokoke. Mereka kebingungan dengan apa yang terjadi jika ada perubahan. Sangat mudah mematahkan dan membonsai perkembangan mereka.