Relawan Masih Perlu Bekerja bagi Jokowi Lagi!
Tugas relawan dan pendukung Jokowi belum usai. Masa kampanye bergerak dengan opini, bertikai dengan kamret, berjalan ke tetangga, rekan, dan kawan untuk memberikan pencerahan, siapa yang harus dipilih. Menyatakan dengan susah payah siapa Jokowi, mementahkan argumen kacau balau ala Prabowo dan kawan-kawan.
Itu semua sudah selesai dan mengantar pada pemerintahan harapan untuk kali kedua. Namun ternyata kinerja relawan yang sudah kembali pada aktivitas, rutinitas, dan gawe setiap saat, belum sepenuhnya bisa dilakoni dengan sepenuhnya.
Kini masih banyak pihak yang meributkan kursi, kabinet, ketua ini dan itu, dan sama sekali itu bukan kelas relawan, itu pastilah elit. Ke mana mereka ketika akar rumput ribut, ketika lingkungan panas dengan isu utang negara mengerikan?
Suara mereka signifikan mengantar ke Senayan, namun minim  untuk Jokowi-MA, mereka tapi dengan lantang dan bangga meminta juga kursi. Meninggalkan dewan demi kabinet, itu tidak sedikit, dan kadang juga dengan memaksakan dan mengaku-aku ikut memenangkan pilpres. Jasa diungkit, padahal dulu malu menampakan pilihan presidennya. Sangat banyak, jangan dikira sedikit politikus model ini.
Lebih mengerikan lagi, yang kala kampaye menjelek-jelekan, mengatakan pemerintah gagal, buruk, menimbun hutang, menyengsarakan rakyat, dan kini mau ikut-ikutan juga meminta jatah kursi. Politik koplak dan tak tahu diri sedang dibeber di muka anak bangsa yang sedang berbahagia mendapatkan pemerintahan yang bisa membawa harapan.
Tawaran rekonsiliasi, sebagai buah adanya perselisihan yang diakibatkan ketidakdewasaan, malah dimanfaatkan dengan gaya jalanan. Meresa penting, lebih menang dari pada yang menang, menawarkan syarat tidak masuk akal. Ini pilpres atau menyandera anak TK demi adanya kardus sebagai penebus?
Sangat mungkin pasangan capres-cawapres Prabowo-Sandi sudah usai dengan kompetisinya, namun jangan lupa, masih demikian banyak kepentingan yang mau menguasai negeri ini. Jadi apa yang terjadi ini bukan soal Prabowo presiden, namun asal bukan Jokowi Presiden. Ini yang menjadi dasar, motivasi upaya mereka mati-matian.
MK selesai, harusnya adalah final, mengikat, dan terakhir, namun masih juga ada ke MA, padahal jelas-jelas tidak bisa membuktikan apapun yang dituduhkan, malah melebar ke mana-mana. Â Seolah bagi elit ini sederhana, menuntut ini dan itu kalah tinggal tuding saja begini dan begitu, ingat begitu banyak orang tolol masih juga yakin bahwa mereka yang menang.
Megawati kali ini bijaksana dan layak menjadi seorang negarawan, ketika mengatakan bahwa tugasnya, tugas parpol adalah mengantar Jokowi-MA sebagai pasangan capres-cawapres, dan semua hal setelah itu, terutama kabinet adalah urusan, hak prerogatif sepenuhnya mereka sebagai presiden dan wakil presiden.
Pernyataan yang cukup melegakan, entah secara nyatanya, yang jelas cukup berbeda dengan ketua umum parpol dan ormas lain yang begitu getol meminta jatah, menekan presiden untuk memberikan jika tidak bla...bla...karena bla...bla...
Yang merasa memenangkan jelas bisa demikian, wong yang tidak ikut andil saja merasa juga berhak meminta dan memaksa untuk ikut bagian di sana. Entah ini namanya apa, politik seenak udelnya sendiri yang ada di depan mata, tidak malu-malu mengingkari apa yang ernah terjadi. Ingat ini  zaman digital, semua ada rekaman, jangan  pikir zaman batu seperti otak kalian yang beku.
Kepentingan berbagai kelompok yang merasa terancam dengan kinerja Jokowi ada beberapa pihak,
ASN dengan birokrasi bobroknya, tidak heran mereka hanya menyumbang kisaran 28% suara. Mereka terbiasa tidak bekerja optimal namun akan tetap sampai usai kisaran 56-60 tahun dengan gaji baik, pensiun, masih bisa juga ambil sana-sini.
Kini dengan model pemerintahan yang demikian, makin susah, apalagi mulai ada wacana untuk menciptakan birokrasi dan ASN ala swasta, mereka jelas keder dan berupaya untuk melengserkan presiden ini.
Kelompok, ormas, dan faksi yang selama ini nikmati di dalam mencaci, menjual demokrasi padahal aslinya mereka antidemokrasi. Mereka ini ingin seperti dulu. Mau presidennya Jokowi atau Prabowo mereka tidak peduli, yang penting bisa eksis, cari uang, membuat aksi dan tindakan yang menghasilkan uang dan pamor bagi mereka. Mereka tidak akan peduli siapa memegang pemerintahan, asal bukan penghalang mereka.
Ormas dan kelompok Antipancasila, semua paham siapa mereka. Dan ketika pemerintahan tidak ambil peduli mereka, mereka meruyak ke mana-mana, dan ketika kini ada upaya membuang mereka, jelas mereka menggigit balik.
Tidak heran mereka merasa demikian digdaya karena militerpun ada 3% yang menganut paham mereka, lebih dari sepuluh persen di kalangan muda, ASN, dan kelompok lainnya. Mereka membangun upaya dengan susah payah sekian lama, harus tersapu oleh pemerintah ini, pantas mereka marah.
Tangan-tangan Orba dan koruptor. Meskipun korupsi masih saja terjadi, toh upaya pembersihan makin masif, dan siapa yang mau hartanya mau disita, siapa yang mau menjadi gembel di tengah pembangunan yang gemerlapan. Soal rakyat dan negara miskin, mereka mana peduli.
Tugas relawan memang tidak akan lagi bisa seperti dulu, kampanye, mengabarkan prestasi dan harapan, kini, dukungan dengan doa yang pasti. Jelas tidak akan ada relawan yang meminta kursi atau hadiah apapun. Kerja demi bangsa dan negara koq, dengan kapasitas masing-masing.
Doa dan juga memberikan dukunga  moral dengan tulisan, atau apapun yang mampu dilakukan, bahwa Jokowi sebagai  presiden bersama banyak orang baik. Jangan kalah dengan elit yang merasa baik itu. Mereka sedikit hanya saja memiliki corong saja, ketika gaung relawan, rakyat, dan pemilih yang tanpa pamrih itu membesar, juga berdampak.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H