Kelima, kemenangan pilkada DKI juga membuat Sandy menjadi seolah superstar yang telah gilang gemilang dalam berbagai hal. Ia abai,sehingga melahirkan berbagai-bagai kelucuan dan blunder yang fatal, seperti Bali dengan wisata syariahnya. Jelas membuat mereka kehilangan potensi pemilih dari daerah-daerah yang dihuni oleh Kebhinekaan. Ia abai karena merasa sukses di Jakarta, lagi-lagi abai konteks.
Jakarta dulu, semua paham kog yang bekerja itu orang secara nasional, dan hanya untuk Jakarta. Pola pikir terbalik, ketika untuk nasional menggunakan paradigma Jakarta, dihukum dengan kekalahan yang demikian mudah.
Mereka abai membangun narasi, termasuk membangun rencana ketika satu rencana mati kutu. Lihat mereka hanya mengandalkan ok -- oce terus yang jelas program tidak jelas dari Sandy dan Prabowo dengan narasi utang dan kepemilikan, yang malah bumerang bagi mereka.
Keenam, posisi Anies yang seolah kaget menang itu menampilkan potensi wajah negara jika dipimpin duet Prabowo-Sandi yang juga tidak memiliki visi jelas. Kekhawatiran hanya akan antitesis pembangunan sebelumnya demikian kuat dan itu benar-benar bisa terjadi, karena Jakarta pun dikelola dengan demikian.
Capaian Anies yang lebih parah saat sendirian menjadikan pemilih khawatir menyerahkan pilihan pada pasangan ini. Jangan sampai negara mundur lagi karena masa depan cerah sudah terlihat meskipun belum benar-benar terjadi sepenuhnya.
Ketujuh, narasi dan retorika Anies digunakan Prabowo-Sandi, yang tidak cukup  piawai malah membuat masalah dan kekecewaan banyak pihak. Makin enggan pemilih melabuhkan suaranya pada pasangan mereka. Narasi dan retorika berulang-ulang yang tidak jelas mau ke mana itu ditampilkan dalam kepemimpinan Jakarta.
Kedelapan, kesadaran bahwa pilkada DKI dan Anies adalah kecelakaan demokrasi. Hal yang sama tidak ingin menimpa Indonesia dan dilakukanlah people power dengan mendatangi TPS dengan kegembiraan. Pesta demokrasi terjadi.
Kesembilan, entah karena kepedean sebagaimana poin awal di atas semakin jelas warna identitas bukan lagi politik yang lebih kental. Partai politik seperti Demokrat menjaga jarak dan bahkan akhirnya menarik diri karena salah satu wajah yang tidak pas ini lebih dominan.
Terima kasih pada Anies Baswedan yang memberikan pembelajaran pada bangsa dan pemilih negeri ini untuk bersikap dengan baik. Politik itu soal pilihan, salah sedikit saja, lima tahun taruhannya. Syukurlah bahwa lima tahun ke depan, perjalanan bangsa ini melalui mekanisme yang sudah dilalui lima tahun lampau.
Selamat atas terpilihnya Bapak Joko Widodo KH Maruf Amin, selamat bekerja untuk negeri ini.
Terima kasih dan salam