Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Beti Beti Nasibmu Kini...

22 Juni 2019   11:19 Diperbarui: 22 Juni 2019   11:42 1585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa hal patut dilihat;

Apa iya saksi itu begitu saja memberikan kesaksian, tanpa adanya koordinasi dengan tim pembela yang benar-benar paham dan tahu hukum? Sangat tidak mungkin orang biasa, bukan sarjana hukum maju dalam persidangan level MK dan kasus sengketa pilpres.  Menyaksikan reaksi tim hukum ini kog aneh dan seolah lepas tangan demikian. Toh ia bersaksi atas nama tim hukum 02.

Jauh lebih bisa diyakini, bahwa kesaksian itu adalah upaya tim hukum yang mencari  saksi, sudah ada komunikasi di antara mereka, akan berbicara apa, apa buktinya, dan apakah itu valid dan tidak, mosok kaliber doktor belum melakukan upaya paling tidak mengetahui keabsahan dan kronologis didapatnya bukti itu.

Mana ada sih anak buah salah, ini logis saja, mereka yang berpendidikan, berpengalaman, dan berkecimpung di sana tentunya sudah paham dengan apa yang sekiranya akan terjadi. 

Sangat mungkin saksi ini demi kemenangan pihak yang ia dukung menjadi pokoke, dan abai akan rasionalitas. Nah tim hukum yang memang pakarnya yang sebenarnya mengadakan seleksi pihak-pihak yang mau bersaksi.

Pun bukti-bukti sudah dipilah dan dipilih mana yang layak, mana yang tidak cukup menjadi bukti, atau malah ada yang bisa membahayakan pihak yang maunya membantu, malah menjadi pihak yang merugikan.  Kalau berbicara kurang waktu, mengapa riuh rendah beropini bisa, ketika memilah data tidak cukup waktu. Ini kerja pokrol namanya.

Miris lagi, sudah kemungkinan di depan teras penjara saja, ia tidak dikenal oleh koordinator jubir koalisi mereka. Ia disebut Bu Juwangi, miris kinerja amburadul begitu maunya menang.

Beti Kristiana tidak belajar membaca rekam jejak bagaimana reputasi yang ia dukung ketika terkena kasus hukum. Pembelaan mati-matian hanya sebatas konferensi pers, pembelaan dengan menuduh pemerintah begini dan begitu, namun itu saja. Usai kasusnya berjalan, selesai, merasa tidak kenal, merasa bukan bagian mereka, dan sejenisnya.

Ratna Sarumpaet, Ahmad Dhani, dan banyak lagi telah menjadi korban mereka. Dukungan sepihak dan melupakan begitu saja dengan mudah. Syukurlah kalau pribadi-pribadi model demikian tidak menang. Kasihan rakyat yang hanya dijadikan pijakan mereka untuk naik. Usai naik ditendang dan tidak dianggap.

Politik kepiting benar-benar ditunjukan mereka. Yang kuat menjepit dan menarik yang lemah demi menjadi pijakan mereka. Jika Beti diajukan ke meja hijau, harus juga pihak yang mengoordinasi ikut dijadikan kasus hukum.

Seolah kejam dan keji memang, namun apa yang sudah dilakukan juga kejam kog. Pemaafan dan pengampunan penting, namun penegakan hukum juga tidak kalah penting. Pembelajaran bersama untuk bertindak bertanggung jawab dan ada risiko yang harus dipertanggungjawabkan.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun