Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Lika-liku Politik PAN

21 Mei 2019   12:11 Diperbarui: 21 Mei 2019   12:26 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apalagi malah berharap masuk kabinet, jelas terlalu jauh dan payah. Lihat saja periode lalu. Pembagian kursi yang payah, bandingkan dengan PDI-P. Mereka punya wakil dewan, ketua majelis, menteri lagi. Namun apa yang mereka buat? Malah mengirim wakil ketua dewan ke dalam bui. Apa pantas partai model demikian masih diberi kesempatan lagi?

Manuvernya pun terkesan sangat vulgar. Kelasnya Zulhas, bukan politikus kemarin sore namun memainkan trik yang sangat mudah terbaca. Usai bertemu dalam konteks jabatan, sebelum pengumuman resmi dari KPU sudah mendahului memberikan selamat. Seolah biasa saja, wajar. Apakah demikian?

Kembali lagi berulah saksi mereka enggan menandatangani rekapitulasi nasional 100% yang dini hari tadi menyelesaikan tugasnya. Apa artinya Zulhas mengucapkan selamat sedangkan kadernya tidak mau mengakui pengesahan itu.

Dari manuver demi manuver itu, menampilkan bagaimana watak dan aslinya PAN. Mudahnya berbalik arah, jelas lucu dan wagu, bagaimana politik itu juga perlu idealisme, mengedepankan ideologi, bukan semata kursi dan kekuasaan.

Adanya faksi yang begitu menonjol, di mana faksi Amien Rais yang enggan terhadap Jokowi, nampak dalam pemilihan dukungan, dan juga enggan mengakui kemenangan. Ini didukung kelompok yang takut kemarahan kubu Prabowo. Ada dalam satu kubu.

Kubu yang hanya penting kursi dan jabatan. Sangat terlihat, begitu tanda-tanda kekalahan makin jelas cepat-cepat melompat pagar. Khas PAN dan partai politik yang memang berorientasi kursi dan kekuasaan semata.

Gambaran jelas seperti apa warna PAN, tergantung Jokowi dan tim mau menempatkan mereka di mana. Apalagi ini sudah tidak ada beban untuk pemilu berikut, sikap tegas perlu, juga untuk pembelajaran politik bangsa. Pemilih sudah menghukum mereka dengan suara yang turun. Saatnya elit juga memberikan hukuman juga menghukum elitnya.

Berat sama dipikul ringan sama dijinjing perlu juga disadari dalam berpolitik, jangan mau enaknya saja ketika ringan ngikut, kalau berat ngibrit. Jangan mengaku dan mengatakan politik itu cair, cair itu dalam hal diplomasinya baik, namun ketika hanya mengincar kursi ya sontoloyo namanya.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun