Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Lika-liku Politik PAN

21 Mei 2019   12:11 Diperbarui: 21 Mei 2019   12:26 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Salah satu anak kandung reformasi adalah keberadaan partai politik yang tidak lagi dua parpol dan satu golongan. Adanya kelahiran partai-partai baru dengan segala identitas dan warnanya. Salah satunya adalah PAN yang digawangi oleh Amien Rais. Tunggangan andalan yang ternyata tidak semoncer lambangnya.

Perilaku PAN dalam berpolitik sering tidak jelas. Hasil reformasi maunya mereka adalah nasionalis tulen, melepaskan identitas sektarian termasuk agama. Namun apa daya agama masih demikian kuat melekat dan menggoda partai politik untuk merangkulnya. Akhirnya malah kebingungan, mau nasionalis, atau agamis? Awal-awalnya banyak anggota juga kadernya yang plural.

Toh itu tidak berlangsung lama. Watak aslinya paling jelas patut dilihat adalah pemilihan presiden 2014. Ketua umumnya Hatta Rajasa menyalonkan diri bersama Prabowo. Kalah. Usai kalah, pergantian ketua umum seolah menjadi pembenar untuk beralih koalisi dengan mendukung Jokowi-JK. Seolah-olah baik-baik saja karena toh beda gerbong.

Nah watak aslinya makin kelihatan telanjang kala menghadapi banyak isu krusial ke mana PAN berpihak. Ada menteri di dalam kabinet, namun di dalam dewan mereka berbeda sikap dengan Golkar misalnya atau P3 misalnya yang sama-sama alihan kala pilpres dan jalannya pemerintahan periode lima tahunan. Hal yang wajar sebenarnya kog berseberangan pilihan itu.

Pilpres 2019 menjelang. Manuver Zulhas tampak jelas ingin merapat dan menjadi cawapres dari Jokowi. Apa daya banyak kendala sehingga susah untuk terealisasi. Adanya faktor si besan Amien Rais yang demikian tidak bisa menyatu dengan Jokowi. Ini faktor besar dan penting. Bagaimanapun PAN adalah "milik" Amien.

Posisi kursi sebagai dukungan pun tidak cukup signifikan untuk bisa menyingkirkan Golkar ataupun PKB yang meskipun kursi kecil namun suara lebih kuat. Keberadaan politis ini sangat tidak memungkinkan untuk Zulhas memaksakan diri.

Pencitraan dirinya dengan membawa bendera MPR pun gagal. Apalagi di waktu yang relatif sangat krusial satu demi satu kader PAN dicokok KPK, termasuk adik-adik Zulhas sendiri. Ini jelas sangat berat bagi langkahnya untuk RI-2.  Fakta yang tidak bisa diatasi dengan segera.

Akhirnya merapat ke kubu Prabowo, pun hanya menjadi penggembira, karena pilihan realistis Prabowo daripada memilih PAN atau PKS dan kemudian Demokrat, aman adalah mengambil rekan partai sendiri, Sandi. Heboh jenderal kardus yang dialamatkan pada PAN pun redup sendiri. Dan itu tidak penting.

Konsekuensi atas itu adalah menteri dalam kabinet mau tidak mau mundur.  Tidak kerja keras, dapat menteri, dan mundur ya harus. Jelas wataknya seperti apa. Toh pilihan, namanya politik kan memang pilihan, dan PAN memilih model itu.

Kini, ketika pemilu sudah berlangsung, PAN posisi pemilu legeslatif aman, dan potensi pilpres dukungannya adalah tipis, mulai merapat ke istana. Sangat natural karena posisinya sebagai ketua MPR, banyak agenda bertemu presiden yang tidak perlu heboh dan menjadi sorotan publik. Toh itu juga menjadi perhatian kog.

Mengincar posisi ketua MPR sangat realistis bagi PAN dan Zulhas. Mungkin menteri sangat berat, cukup aman jika tetap sebagai ketua MPR. Namun apa juga semudah dan sesederhana itu. Susah berbicara  politik apalagi jabatan dengan mengharap sepenuhnya profesional, seperti menteri. MPR pun jauh lebih bagus dan realistis menjadi "jatah" Golkar, atau kalau mau merangkul kubu Prabowo berikan saja pada Gerindra. Bukan PAN.

Apalagi malah berharap masuk kabinet, jelas terlalu jauh dan payah. Lihat saja periode lalu. Pembagian kursi yang payah, bandingkan dengan PDI-P. Mereka punya wakil dewan, ketua majelis, menteri lagi. Namun apa yang mereka buat? Malah mengirim wakil ketua dewan ke dalam bui. Apa pantas partai model demikian masih diberi kesempatan lagi?

Manuvernya pun terkesan sangat vulgar. Kelasnya Zulhas, bukan politikus kemarin sore namun memainkan trik yang sangat mudah terbaca. Usai bertemu dalam konteks jabatan, sebelum pengumuman resmi dari KPU sudah mendahului memberikan selamat. Seolah biasa saja, wajar. Apakah demikian?

Kembali lagi berulah saksi mereka enggan menandatangani rekapitulasi nasional 100% yang dini hari tadi menyelesaikan tugasnya. Apa artinya Zulhas mengucapkan selamat sedangkan kadernya tidak mau mengakui pengesahan itu.

Dari manuver demi manuver itu, menampilkan bagaimana watak dan aslinya PAN. Mudahnya berbalik arah, jelas lucu dan wagu, bagaimana politik itu juga perlu idealisme, mengedepankan ideologi, bukan semata kursi dan kekuasaan.

Adanya faksi yang begitu menonjol, di mana faksi Amien Rais yang enggan terhadap Jokowi, nampak dalam pemilihan dukungan, dan juga enggan mengakui kemenangan. Ini didukung kelompok yang takut kemarahan kubu Prabowo. Ada dalam satu kubu.

Kubu yang hanya penting kursi dan jabatan. Sangat terlihat, begitu tanda-tanda kekalahan makin jelas cepat-cepat melompat pagar. Khas PAN dan partai politik yang memang berorientasi kursi dan kekuasaan semata.

Gambaran jelas seperti apa warna PAN, tergantung Jokowi dan tim mau menempatkan mereka di mana. Apalagi ini sudah tidak ada beban untuk pemilu berikut, sikap tegas perlu, juga untuk pembelajaran politik bangsa. Pemilih sudah menghukum mereka dengan suara yang turun. Saatnya elit juga memberikan hukuman juga menghukum elitnya.

Berat sama dipikul ringan sama dijinjing perlu juga disadari dalam berpolitik, jangan mau enaknya saja ketika ringan ngikut, kalau berat ngibrit. Jangan mengaku dan mengatakan politik itu cair, cair itu dalam hal diplomasinya baik, namun ketika hanya mengincar kursi ya sontoloyo namanya.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun