Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Grusa-grusunya Prabowo Menular, Koalisi Apa Kelahi 02?

17 Mei 2019   08:44 Diperbarui: 17 Mei 2019   08:51 2335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Grusa-grusunya Prabowo Menular, Koalisi Apa Kelahi 02?

Lihat saja sebagai hiburan, jangan kecemasan. Hendropriyono sebagai sesepuh intelijen telah mengatakan, jangan takut, tenang saja makar apapun namanya, ketika militer dan polisi tidak mendukung, tidak akan bisa terjadi.  jelaslah militer punya senjata, polisi bisa "membiarkan" pergerakan massa. Dan  kudeta sukses.

Ini semata hiburan bonus atas pesta demokrasi, dan memperlihatkan watak sesungguhnya para elit yang sedang ikut dalam pesta. Pihal-pihak yang berpesta kan banyak, tamu undangan yang datang resmi dengan segala persiapannya. Penonton tidak diundang yang baik-baik saja, tetapi ada juga penonton tak diundang yang reseh. 

Nah biasanya dalam pesta ini, penonton tidak diundang itu bisa menjadi biang rusuh, ribet, sikut sana-sikut sini, pas kesenggol sedikit saja bacok. Ini yang ditampilkan mereka, terutama kubu koalisi kelahi ini. Lha kelahi bukan hanya dengan rivalnya, rekan koalisi ditantang gelut, semua lembaga dituding curang, dan seterusnya.

Intinya mereka ini tahu kalau mereka kalah, kalau tidak, buat apa berulah. Jelas saja lima tahun menjelang tidak ada gawe positif dan meyakinkan, selain menebar antiJokowi dan pemerintah salah dan gagal. Ironisnya mereka itu sama sekali tidak memiliki solusi, gagasan saja tidak ada. Hanya berkutat tudingan, ok-oce, kekeyaan hilang, hutang menumpuk, dan itu saja yang digaungkan. Pemilu menjadi  ajang kebosanan itu dan dihukum. Sukses, modal 2014 mereka tergerus.

Gerindra vs Demokrat

Dua pihak yang paling sengit dalam perseteruan, bahkan ada pengusiran dan labeling Demokrat bisa menjadi gelandangan tanpa Gerindra. Puyuono yang lebih ugal-ugalan dari Prabowo ini malah menciptakan musuh lebih besar, bukan kekuatan di dalam membangun koalisi.  

Meradangnya Gerindra ini bisa dimengerti, di tengah mereka memerlukan banyak amunisi dan tenaga, AHY tiba-tiba merapat ke istana. Sama juga orang sedang luka dilutut, malah telapak kakinya diinjak dan dikencingi. Marah lah.

TKN pun melibatkan diri dalam olok-olok ini, ketika menyatakan Megawati tidak mempersalahkan jika Demokrat bergabung dalam koalisi mereka. Mengapa ini membuat bara makin membumbung? Selama ini banyak diyakini blok ada pada Mega berkaitan dengan SBY, jika Mega mengatakan tidak mempersalahkan, koalisi kelahi menjadi panas dingin. Makin kecil kemampuan dalam banyak segi.

Panas makin panas, eh malah ada pertemuan AHY dengan beberapa kelompok pemimpin daerah muda, dan banyak diantaranya adalah kubu rival. Sudah mendekati panas, makin mendidih, apalagi penegakan hukum berkaitan dengan people power alias kedaulatan rakyat makin keras.

Internal Gerindra

Lagi-lagi bintangnya Puyuono, ketika ia menyatakan tolak juga hasil pileg, Gerindra tidak usah ada yang di parlemen, pemilih Probowo gak usah bayar pajak, dan seterusnya. Ya iya lah rekan-rekannya yang lolos parlemen memang mau dengan suka rela berlaku begitu. Pun soal bayar pajak. Hal ini sudah banyak yang membahas.  Ada beberapa hal lucu yang bisa dilihat lebih lagi.

Permainan dan kelucuan ini menjadi-jadi karena banyaknya elit politik yang masih mudah baper, melihat politik itu seolah seluruh dinamika hidup yang harus dan memang demikian itu. Semua yang ada itu ya politik, padahal jauh lebih banyak yang tidak terlihat itulah politik. Nah pribadi---pribadi baper inilah yang membuat kelucuan  karena ribet dan repot pada ranah yang remeh temeh.

Permainan lawan yang tidak dimengerti  karena memang tidak memahami politik dengan mendalam. Nah ini sebenarnya bukan kecurangan dari kubu lain, namun kemampuan yang perlu banyak diasah, sehingga tidak mudah dipancing.

Selama ini selalu fokus, tudingan pada Jokowi semata, ketika ada godain sedikit saja meradang dan malah lebay dan jadi bahan olok-olokan. Pelakunya bukan hanya satu lagi, tapi banyak, dan pola yang sama. Kekanak-kanakan. Ironis, mereka punya panggung dan corong lagi.

Sikap-sikap yang saling memperlemah ini perlu dikurangi, jika komunikasi itu baik, bukan malah berkelahi pada hal yang tidak esensial lagi. Membuang-buang energi yang jauh lebih baik dilakukan lima tahun lalu.

Gerindra vs PAN

Desmond cenderung politikus tulen dalam partai ini. Cukup langka bersama Muzani tidak banyak omong, namun kerja baik. Bandingkan Zon, Puyuono, dan lainnya, mereka tetap bekerja dalam senyap. Namun tiba-tiba menyerang Amien dan PAN di mana people power, ajaklah PAN dulu, bukan Gerindra. Benar juga karena PAN selama ini adem ayem saja kog.

Perselisihan yang dipicu kepanikan, rasionalitas tidak berjalan, dan irrasional itu biasanya terjadi karena panik. Lha menang kog panik. Lucu dan aneh sebenarnya. Lima tahun  ngganggur ngethekur, tidak berpikir cerdas, usai pemilu malah baru kampanye.

Berbicara dulu baru berpikir, atau mencari pembenar dan alibi

Grusa-grusunya Prabowo ternyata menular. Hal ini sebenarnya yang menjadi persoalan. Pokoknya kuasai panggung dan kursi menjadi gaya berpolitiknya. Urusan belakangan. Tidak bisa lagi dalam ala demokrasi. Perhitungan masak dan mendalam itu penting. Salah satu yang paling parah adalah soal kemenangan dan deklamasi eh deklarasi berulang itu. Belum ada apa-apa sudah mengatakan menang 56 %, naik lagi menjadi 62% dengan sujud syukur pula, namun wajah kuyu.

Eh lain waktu tim pemenangan mengatakan 80%.  Aneh dan ajaib. Ketika masa kampanye saja sepi lebih banyak ditertawakan dan menjadi bahan ejekan namun mampu memenangkan 80% suara, dibandingkan 20% suara incumben, yang telah bekerja keras. Hasil dari pemerintah itu nampak di depan mata, tidak cukup mampu dipatahkan dengan argumen ngawur mereka.

Nah ketika hal-hal demikian sudah dinyatakan, baru ramai-ramai mencari pembenar, dalih, dan jelas kambing hitam.  Ketika tidak ada lagi harapan, yang biasanya suka rela, enggan lagi dituding lah. Akhirnya lahirlah dagelan-dagelan menggelikan.

People power, kehabisan energi. Mereka yang merontokkan semangat itu. Apakah ada peran intelijen, sedikit banyak pastinya. Namun bahwa mereka rapuh di dalam menjadi faktor paling besar. Lihat saja rekaman mantan Danjend Kopassus yang sedang rapat. Ini ada rekaman, dari mana coba? Intern yang memang rapuh sejak awal.

Koalisi yang dibangun dalam semangat yang kurang sooid memang. Menyelesaikan persoalan dengan sikap menang-kalah, yang sempat tersingkir kemudian mendapatkan angin segar, tentu akan berbalik arah dan mengalahkan balik.

Hal ini sebenarnya menjadi pembelajaran bersama, bagaimana menjadi oposisi itu selain menjadi anjing penjaga yang galak juga membangun citra positif di hadapan pemilih. Kritis itu harus, namun bijak dan cerdik juga perlu. Selama ini fokusnya hanya pada Jokowi, bukan pemerintahan lebih baik. Negara dan bangsa menjadi taruhan ketika oposisi model demikian.

Syukur bahwa bangsa dan negara ini telah cerdas sehingga menjadi pemilih cerdas. Politik identitas mulai berkurang, dan memilih dengan bijak telah terlaksana. Apa yang dikatakan Rm. Magnis, pemilu bukan mencari sosok sempurna, mencegah si jahat berkuasa menemukan maknanya. Pemilu 2019 membuktikannya.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun