Nah ketika hal-hal demikian sudah dinyatakan, baru ramai-ramai mencari pembenar, dalih, dan jelas kambing hitam. Â Ketika tidak ada lagi harapan, yang biasanya suka rela, enggan lagi dituding lah. Akhirnya lahirlah dagelan-dagelan menggelikan.
People power, kehabisan energi. Mereka yang merontokkan semangat itu. Apakah ada peran intelijen, sedikit banyak pastinya. Namun bahwa mereka rapuh di dalam menjadi faktor paling besar. Lihat saja rekaman mantan Danjend Kopassus yang sedang rapat. Ini ada rekaman, dari mana coba? Intern yang memang rapuh sejak awal.
Koalisi yang dibangun dalam semangat yang kurang sooid memang. Menyelesaikan persoalan dengan sikap menang-kalah, yang sempat tersingkir kemudian mendapatkan angin segar, tentu akan berbalik arah dan mengalahkan balik.
Hal ini sebenarnya menjadi pembelajaran bersama, bagaimana menjadi oposisi itu selain menjadi anjing penjaga yang galak juga membangun citra positif di hadapan pemilih. Kritis itu harus, namun bijak dan cerdik juga perlu. Selama ini fokusnya hanya pada Jokowi, bukan pemerintahan lebih baik. Negara dan bangsa menjadi taruhan ketika oposisi model demikian.
Syukur bahwa bangsa dan negara ini telah cerdas sehingga menjadi pemilih cerdas. Politik identitas mulai berkurang, dan memilih dengan bijak telah terlaksana. Apa yang dikatakan Rm. Magnis, pemilu bukan mencari sosok sempurna, mencegah si jahat berkuasa menemukan maknanya. Pemilu 2019 membuktikannya.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H