Kemarin ada kiriman video di mana Kapolri Jenderal Tito berharap bahwa kelompok kecil yang selama ini diam saja bersikap jika penegak hukum bertindak, ada sebuah dukungan moral untuk itu. Jadi ada  harapan juga bahwa kelompok yang selama ini seolah "ketakutan" itu perlu juga bersuara, minimal mengatakan dukungan atas upaya penegakan hukum.
Kebiasaan selama ini adalah, ketika terbentur pada kasus hukum perilaku yang biasanya ugal-ugalan itu ada beberapa sikap.
Ada yang menggunakan kekuasaan atau kekuatan. Kelompok dan orang yang memiliki massa atau afiliasi massa banyak. Tidak perlu disebut siapa mereka, toh sangat mudah menemukannya contohnya. Orang dan kelompok ini bisa melakukan apa saja, yang benar bisa salah, yang salah menjadi benar dengan memanfaatkan tekanan massa yang mampu dimobilisasi.Â
Penegakan hukum pun bisa terkendala dan menjadi bias. Saatnya dihentikan dan hukum menjadi panglima. Negara hukum dan demokratis, jangan dihidupi dengan preman jalanan dan adu otot atau ngotot saja.
Menuding pihak lain sebagai pelaku yang sama buruk atau lebih buruk. Perilaku mencari kambing hitam ini jelas memperlihatkan kualitas pribadi kerdil. Sikap memalukan dan memuakan ketika berteriak-teriak paling saleh dan suci namun bertanggung jawab atas pernyataannya saja nol besar. Perilaku memalukan sebagai sebuah bangsa besar, religius, dan berpancasila sebenarnya.
Ketika sudah mentok, andalannya adalah maaf, khilaf, dan bicara ranah spiritual.  Hal lucu dan bahkan munafik, ketika tahu itu salah kemudian minta maaf, namun mengulanginya lain waktu, paling menjengkelkan lagi adalah malah kotbah dan memberikan dalil-dalil sok suci lainnya. Tidak usah  berdalil dengan kalimat Kitab Suci, namun bersikaplah ksatria dan beranggung jawab.
Apakah hal ini melanggar kebebasan HAM, lihat konteks dulu, jadi jangan berbicara HAM dengan juga melanggar HAM. Bahwa potensi dimanfaatkan untuk menciptakan pemerintahan otoriter dan antikritik sangat mungkin. Namun ingat bahwa ini tim, bukan hanya satu orang, satu kelompk, militer misalnya. Terdiri atas banyak ragam latar belakang jadi masih bisa diharapkan nilai obyektif dan netralitasnya.
Pembiaraan selama ini, apalagi ada pemimpin yang mengatakan satu musuh terlalu banyak dan kemudian membiarkan orang berbicara seenak udelnya, ya patut panen ketika kondisi perpolitikan panas dan upaya memaksakan kehendak  itu marak. Keberanian membuat tim  hukum ini bagus, namun perlu pengawalan yang lebih lagi agar berjalan sesuai dengan koridor.
Kerja perlu dimulai, jangan lagi tunggu semakin banyak orang seenaknya berlaku ugal-ugalan. Kivlan Zen nampaknya mulai menjadi yang pertama, jangan kemudian mengaku khilaf apalagi nangis merengek seperti anak kecil minta permen. Presiden sudah mengatakan tidak akan lagi ada beban, demi bangsa dan negara yang lebih baik, apapun akan dilakukan.
Pembangunan infrastruktur sudah dikebut, kini pembangunan jiwa manusianya. Â Salah satu adalah sikap bertanggung jawab. Bagaimana mempertanggungjawabkan pernyataan dan perkataan jangan seperti orang berak. Inilah revolusi mental, jangan nanti menangis dan merengek ketika ditangkap polisi karena berbicara tanpa dasar dan tanpa alasan yang jelas.
Selama ini elit banyak yang lolos karena menyandera pemilu, kelas coro dan teri banyak yang sudah masuk bui, kini level kakap dan komodo perlu merasakan hal yang sama. Saatnya perang melawan kejahatan para munafik, bukan hanya berkoar-koar tidak jelas.