Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politikus Setan Gundul, Polisi Taliban di KPK, dan Maraknya Bangsa ini

6 Mei 2019   16:39 Diperbarui: 6 Mei 2019   16:53 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Politikus Setan Gundul, Polisi Taliban di KPK, dan Maraknya Bangsa ini

Menyenangkan hidup di Indonesia. Di tengah keadaan genting, masih saja ada hal-hal lucu. Lha di tengah ledakan bom saja bakul kacang godok tidak takut, apalagi hanya pemilu. Ketika hasil htung manual masih cukup lama, tiba-tiba ada ungkapan politikus setan gundul dan gendruwu. Sebelum ke sana, jadi ingat dua kisah menarik, yang cukup identik.

Kisah pertama, sebuah sekolah, usai ujian akhir, murid kelas tiga ini datang ke guru mereka, apakah si A ini lulus. Guru yang kebingungan lho kenapa, tidak tanya kamu sendiri? Kalau A lulus, berarti kami lulus semua. Jadi sudah ada perkiraan bahwa saya ada pada posisi apa, hasil nilai seperti apa, dan potensinya bagaimana. Dan memang demikian, ini anak sekolah.

Kisah kedua, beda zaman dan era. Dua orang rekan guru  diberi tugas mengantarkan pengumuman kelulusan. Kala itu kelulusan diantar ke sekolah. Pengumuman yang diterima peserta didik, kalau magrib belum menerima pengumuman berarti lulus. Masalah dan kesalahpahaman timbul ketika, sebelum magrib rumah salah satu siswa kosong, sedangkan kedua guru ini kelaparan, karena muter-muter keliling mengantar surat pengumuman.

Tidak berpikir panjang, dan zaman itu hape juga belum semurah sekarang, usai makan kembali ke rumah itu. Memang sudah usai waktu magrib dan apa yang terjadi? Ternyata mereka mengadakan pesta kelulusan. Di tengah keriuhan pesta abg itu ada berita duka paling parah tentunya, tidak lulus.

Dua kisah itu memperlihatkan bahwa kita ini bisa menakar seberapa kemampuan kita. Nah sama dengan klaim kemenangan 62% dan kemudian menjadi 80%, awalnya kisaran 55%. Hanya dalam hitungan jam sudah menjadi 80%. Padahal selama hampir lima tahun juga tidak ada yang baru, pun selama kampanye tidak ada jualan yang cukup meyakinkan.

Sah dan boleh sih Demokrat mengatakan setan gundul dan gendruwo bagi yang didengar oleh Prabowo dari pada rekan koalisi mereka. Sangat benar dan bagus, namun sejak tanggal 17 April, ke mana saja mereka kog diam bae. Kini, ketika ada pembatalan Prabowo bezuk Bu Ani, mereka bertingkah seolah mereka penyelamat Prabowo. Pinjam istilah Pak Beye, come on...

Jadi selama ini rekan koalisi macam apa Demokrat ini? Usai sekian lama, demikian panjang kali lebar narasi untuk pemilu ini, eh tiba-tiba menyebeut setan gundul, padahal koalisi mereka partai Tuhan semua. Kacau bukan?

Tentu bahwa semua sudah paham, kalau mereka ini kalah, hanya memang ada sekelompok setan gundul ini yang terus-terusan ngompori bahwa suaranya itu lebih banyak. Padahal lagi dan lagi, itu dari mana? Apa bukti dan fakta yang sudah dilakukan sehingga bisa membuat pemilih itu yakin Prabowo memang unggul atas Jokowi. Susah kog menemukan satu saja bukti itu.

Hal yang unik dan heboh juga ada di KPK. Tarik ulur soal partisan dan netralitas sedang riuh rendah. Toh hiburan tersendiri juga, tidak perlu baper dan berlebihan dalam menyikapinya. Ada sisi lucu, aneh, ajaib, dan cair yang kadang membuat semua lebih indah dan berwarna.

Ada polisi Taliban  di mana ikut gerbong Novel Baswedan dan gerbong polisi India yang berbeda dengan gerbong ini. KPK yang menjadi andalan itu ada amatan yang sangat politis dengan beberapa indikasi.

Selama ini yang terkena OTT memiliki kecenderungan orang-orang dari kubu pemerintah malah. Toh masih bisa diperdebatkan, dan memang toh demikian juga adanya. Jauh lebih banyak dan demikian memang yang terjadi di dalam penangkapan demi penangkapan.

Toh itu dalam satu sisi juga membantu pemerintah lepas dari beban memanfaatkan KPK dan melindungi penjahat dengan mendukung pemerintah. Meskipun memang bisa digoreng bahwa pemerintah penuh koruptor. Dari ketua dewan, ketua umum parpol dan mau menjadi cawapres, anggota dewan, menteri lagi, ya memang demikian adanya.

Bisa dibayangkan jika KPK malah menebangi kubu Prabowo, apa yang akan terjadi? Kriminalisasi, pemerintah zolim,  KPK alat kekuasaan, dan sejenisnya. Lha rombongan utama satu demi satu masuk bui saja masih keluar tudingan KPK dimanfaatkan pemerintah kog.

Istilah-istilah yang muncul itu menambah semarak kog dalam hidup dalam alam demokrasi. Jadi jangan malah baper dan lapor melapor yang meletihkan itu. Nikmati saja, karena tertawa itu sehat, bukan malah menjadi penyakit yang aneh-aneh.

Mau setan, mau iblis, atau polisi India atau polisi hutan, biar saja, biar mereka senang dan tertawa bersama. Daripada berkelahi dan mengerahkan otot lebih baik otot bibir untuk tertawa saja. Bangsa ini besar dan bertahan karena energi positif, salah satunya adalah tertawa bersama.

Tidak perlu menjadi bahan analisis yang mendalam dan berlebih-lebihan, toh besok masih akan lahir istilah baru. Politikus masih sampai tataran label, istilah, hiruk pikuk pada hal yang remeh-temeh, karena yang berat dan berbobot tidak kuat. Memang berat biar Jokowi saja yang kuat.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun