Kesembilan, ini usai pilpres. Kedatangan AHY ke istana, jelas atas restu SBY, saya menunggu kalimat, ucapan syukur dan terima kasih pada Bapak Jokowi atas kedatangan dan doanya menjenguk Ibu, eh malah mengatakan, memenuhi undangan presiden. Ini jelas mentah secara politik. Mengapa?
Penghitungan resmi belum selesai. Benar bahwa pemerintahan asing sudah banyak yang mengucapan selamat, toh itu adalah pemimpin negara sahabat, Demokrat ini rival kog. Janggal dan aneh, karena terbaca ancang-ancang kompat pagar.
Posisi Demokrat itu bersama dengan koalisi lain, dan datang kepada rival yang ada kemungkinan menang sangat besar. Bisa dan boleh dibaca, meninggalkan teman karena kalah dan memilih pesaing karena menang.
Lgi-lagi Ferdinan Hutahaen yang lebih kacau lagi mengatakan, kalau Prabowo menang tetap dalam koalisi AM, kalau kalah mereka bebas. Pinjam istilah Prabowo ndhasmu, atau bahasa Jokowi sontoloyo.Â
Susah melihat Demokrat ke depan, jika model  berpolitiknya masih sama saja demikian terus. Main dua kaki, gamang, dan mencari aman terus. Politik salah satu hal yang tidak boleh diabaikan adalah keberanian mengambil risiko, dan itu tidak ada dalam diri demokrat.
Terima kasih dan salamÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H