Ada yang mengaku dan bangga dengan klaim sebagai pahlawan reformasi, zaman dia pula lahir MK namun mau menggerakan massa untuk people power, jika koalisinya kalah. Ke mana arahnya? Bahwa demokrasi okol menjadi pilihan mereka, karena akal sudah buntu. Lagi-lagi deligitimasi lembaga negara, ini parah.
Penyetelan server KPU, kemenangan untuk paslon 01, padahal penghitungan sah itu yang dihitung manual, dari TPS ke PPS ke PPK, kabupaten-kota, provinsi, dan nasional. Jadi manualnya yang lebih dijadikan rujukan. Menyetel server, jelas bukan pemikiran yang menemukan kesahihannya. Gagal lagi.
Keberadaan rekaman lucu surat suara tercoblos di Malaysia.  Kejanggalan demi kejanggalan terjadi, dan dengan mudah terbantahkan. Hanya mau mengatakan  kalau pemerintah, sekaligus calon incumbent curang. Toh bisa dijawab dengan lugas itu tidak demikian. Siapa pelakunya sudah ketahuan dengan baik.
Kekisruhan di penyelenggaraan pemilu di LN. Beberapa laporan bahwa ada upaya menghambat pemilih menggunakan hak suaranya. Menjadi lucu ketika suara yang tidak seberapa namun upaya merusaknya kog seolah masif. Ada apa jika demikian? Â Lagi-lagi soal mau meruntuh wibawa semata.
Gerakan dapur umum sebagai kelanjutan mau lebaran di TPS. Jelas maksudnya adalah mau membuat keadaan TPS bukan ajang pesta demokrasi namun mau menguasai TPS dan membuat pemilih dari koalisi tertentu leluasa untuk berbuat.
Dua fakta besar yang mau dijadikan alat malah terkuak. Kisah pilkada DKI yang menggunakan tekanan massa dan politik sektarian sukses besar. Dan itu mau diterapkan lagi. Namun apakah konteksnya sama? Jelas berbeda.
Kedua, kisah kericuhan di LN menjadi data dan fakta antisipasi baik untuk pelaksanaan di dalam negeri menjadi lebih baik lagi. Hal yang malah membuka tabiat buruk sendiri, dan itu adalah berkat terselubung yang dibuka sejak dini.
Apa iya Jokowi perlu sekasar itu berbuat curang? Sangat lucu dan aneh, ketika dengan menurunkan tarif dasar listrik saja rakyat pasti akan memilih, mengapa harus curang dan kasar begitu? Populis yang legal lagi, toh tidak dilakukan.
Menurunkan harga BBM, seribu rupiah saja masing-masing jenis bahan bakar, berbondong-bondong pemilih tanpa harus susah-susah nyoblosi atau menyetel server. Legal dan jauh lebih menjanjikan padahal, toh tidak dilakukan.
Menaikkan atau memberi tunjangan untuk ASN, militer-polisi, dan pensiunan dengan berbagai nama dan cara, Rp. 300.000,00 saja, sudah jaminan pemilih akan mau dan suka rela dari pada harus susah-susah membeli tujuh kontainer dari China, ketahuan lagi.
Akses legal presiden itu banyak, mesin partai juga baik dan banyak, aneh dan lucu jika mau membuat kecurangan kog ketahuan dengan mudah. Untuk apa intelijen bekerja, ingat ini bukan untuk kepentingan Jokowi pribadi sebagai capres, namun juga sebagai presiden sebagai penyelenggara pemilu.