Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pengakuan Yusril dan Kampanye GBK, Kamikaze Massal 02

10 April 2019   08:46 Diperbarui: 10 April 2019   09:13 4857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pengakuan Yusril dan Kampanye GBK, Kamikaza Massal Koalisi 02

Pilihan presiden semakin dekat. Masing-masing kubu tentu bersiap dengan aktivitas yang sangat berpotensi mendulang suaraa. Jika berjalan dengan sinergis, kog hasil positf akan diperoleh. Namun, apabila sebaliknya, jangan tanya jika malah hasil buruk yang akan menimpa.

Beberapa kader akar rumput, bahkan elit pun menyeberang, kog cenderung memperlihatkan bahwa ada ketidaknyamanan di dalam koalisi itu. Ada caleg tingkat dua, artinya jelas rekam jejaknya ke mana dan siapa yang menaungi, namun ketika menyatakan dukungan pada tokoh rival, siapa yang salah coba?

Masih bisa diterima akal sehat, jika yang "membelot" itu adalah kader atau elit Demokrat yang memang sejak awal jelas ke mana arahnya. Arahnya tidak jelas. Alias main aman di kedua kubu. Masih bisa diterima sebagai hal yang wajar. Beda jika itu pengusung  utama.

Riak kecil saja jika di daerah ada yang demikian. Ada dua badai besar yang dipertontonkan di menit akhir pertandingan, jika itu adalah sepak bola. Seolah el-classico, menit akhir malah tekel keras dari lawan direaksi dengan berlebihan, si penekel kartu kuning yang bereaksi berlebihan kartu merah. Keadaan menjadi njomplang.

Yusril jelas memainkan kartu yang ia pegang lama. Jangan dianggap itu kebetulan, orang politik tidak ada kata kebetulan, makan dii warung saja ada maksudnya, apalagi percakapan privat begitu. Moment tepat dengan bisa membuat banyak lawan terkapar secara bersamaan. Ada tiga kubu yang terkena dampak dari percakapan itu, dengan sentral Riziek Shihab.

Capres 02 jelas paling kentara siapa yang terkena dampak kamikaze, atau angin ribut ala Jepang itu.  meragukan keislaman Prabowo sama juga memorakporandakan bangunan narasi selama ini, ijtima ulama seolah terdelegitimasi secara langsung. Tumbang tidak bersisa. Hal yang sangat serius, bukan main-main.

SBY yang diragukan soal komitmennya jelas meradang dengan pernyataan itu. Mengapa? Posisi Demokrat yang tidak jelas ini selama ini masih belum begitu dipermasalahkan kubu 02, namun dengan narasi keagamaan yang kental di 02, dengan pernyataan ini jelas mereka kecewa. Ada dua tokoh besar, berpengaruh, dan kuat, ternyata tidak "berisi" semua.

Kekecewaan ini sudah tidak lagi cukup dipulihkan hanya dalam hitungan hari. Apakah ini sepele? Jelas tidak, itu sangat serius malah. Keadaan yang tidak mudah.

Apakahh Yusril mendapatkan keuntungan? Sangat mungkin limpahan orang kecewa sepintas akan melihat Yusril jauh lebih paham dari pada ulama yang ada di 02. Potensi ke sana sangat terbuka, ini dampak yang mau disasar.

Kampanye GBK dan Pengaruhnya

Payah kalau mau dinilai, secara sepintas memang sukses dengan kehadiran simpatisan, atau jemaah tepatnya? Entahlah, pokoknya massanya cukup menjanjikan. Mau berapa itu bukan menjadi yang utama.

Beberapa hal yang malah merugikan. Kamikaze jadinya.

Kemarahan Prabowo jelas menjadikan kesejukan ibadah berubah warna. Awalnya putih bersih menjadi kemarahan yang sangat tidak elok, orang baru usah beribadah kog ngamuk. Ke mana buah dari ibadah itu?

Capres meninggalkan pidato  dari orang yang mau dijemput. Ini serius, jangan dianggap sepele, ia menjanjikan  menjemput tokoh itu, sedangkan pidatonya ia tinggalkan. Ini soal konsistensi yang tidak bisa dianggap sepele.

Jika mau menjemput berarti ada perhatian, salah satu bentuk perhatian itu akan mendengarkan jika ia berbicara, apapun sarana dan kondisinya. Ini malah pergi jelas bahwa hanya kalimat kosong apa yang ia nyatakan itu.

Menjemput sangat mungkin hanya trik untuk mendapatkan limpahan suara dari para pengikutnya yang memang militan. Sangat disayangkan jika itu semua lepas.

Bentuk kemarahan atas dugaan tudingan soal kualitas keagamaannya sangat mungkin juga. Apalagi rekam jejaknya yang temperamen susah untuk dibantah bukan? Tersinggung akut, tetapi tidak mengatakan menjemput jelas kerugian besar. Tidak ikuti pidatonya, hanya media yang akan teriak. Toh sangat mudah diklarifikasi.

Soal pemisahan jemaat sholat, ini seolah sepele, namun jika mau berpikir jernih ini bukan zaman batu, yang masih harus teriak-teriak, apalagi jika itu adalah ibadah, semua sudah paham bahwa laki-laki-perempuan dipisahkan. Lah undangan resepsi saja sudah ada yang demikian kog. 

Apalagi alat komunikasi sudah canggih, panitia juga berlimpah. Kesulitan itu kog lebih cenderung mengada-ada.  Ingat ini bukan soal mengulas sholatnya, namun perilaku politikusnya yang maaf bodoh.

Reaksi Demokrat juga memperlihatkan jarak yang makin jelas dan nyata ada masalah di sana. Sangat mungkin ada benarnya bahwa ada kemungkinan SBY dan gerbong mau angkat kaki. Banyak data dan fakta yang memberikan dukungan bahwa arah ke sana makin jelas.

Teguran terbuka jika dua atau tiga hari sebelumnya saja sudah telat, apalagi ini, baru dinyatakan dalam  hitungan jam sebelum acara, jelas tidak akan bisa berbuat lain tim di koalisi 02. Apa yang ditampilkan itu jelas demi kepentingan Demokrat yang mau mendapatkan point sebagai  partai nasionalis, Berbhineka Tunggal  Ika dan juga tidak mau diseret kampanye eksklusif.

Ada pula kemungkinan kemarahan atas adanya dugaan pernyataan Rizieq yang diungkap Yusril. Model baperan Pak Beye yang akut, jelas reaksinya akan frontal, dan itu dinyatakan dengan gamblang di depan publik, mereka tidak datang dalam gelaran sholat subuh bersama itu.

Terlihat bahwa badai itu justru datang dalam waktu yang sudah tidak lagi mungkin mengembalikan kepercayaan publik. Ini cukup serius dan siginifikan. Tidak akan ada dan cukup waktu untuk mengejar ketertinggalan. Usai cukup percaya diri dari hasil rilis survey Litbang Kompas, kini makin susah mengatasi kekacauan yang ada di dalam.

Kisaran enam bulan memperoleh pengaruh sekitar enam persen, dan tinggal sepekan malah diporakporandakan angin ribut yang ada di pusaran inti mereka sendiri. Sangat serius, ini juga terbaca dengan lugas oleh publik. Perselisihan politik SBY dan Prabowo bukan barang sepele.

Perilaku ugal-ugalan di dalam memberikan klarifikasi atau kemarahan yang makin sering itu, bukan juga hal yang sederhana. Justru itu memberikan petunjuk kepanikan tingkat tinggi, sehingga menyerang bak babi buta.

Jika keadaan baik-baik saja mengapa harus marah-marah, memaki, dan caci maki yang makin  sering terdengar?  Jelas bukan makin kentara ke mana angin akan berhembus.

Persoalan angin badai dan kamikaze ini karena mereka sejak awal berkoalisi di dalam keterpaksaan, bukan hasil  kompromi menang-menang.  Semangat untuk berjuang  itu sangat lemah dan makin lemah dengan kondisi terkini yang makin tidak jelas.

Perselisihan demi perselisihan memberikan lagi bukti keadaan itu jauh dari baik-baik saja. Kepentingan yang tidak terakomodasi, kegelisahan yang tidak terselesaikan, dan malah terlalu banyak berbicara di media, menambah runyamnya keadaan.

Kerakusan Gerindra memang membuat keadaan relatif aman, antarpartai tidak iri, namun bahwa akhirnya partai berebut demi eksistensi mereka terlupakan oleh mereka. Nasi telah menjadi bubur, nikmati saja buburnya jangan berharap  bisa menikmati nasi goreng pete yang sedap.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun