"Matur nuwun, Rama Paul...."
Aku tahu bahwa ia pasti bener masa lalu ku itu....
Lama aku tunggu tidak ada lagi yang masuk, aku lihat jam sudah pukul 20:00, biasanya sih sudah  sudah habis. Dan memang suasana luar sudah sepi. Aku buka stola dan rapikan di kursi dan keluar. Meski berpendingin ruangan keringat lumayan juga.
Perasaan tidak makin tidak karuan, hanya mampir di refter untuk minum air putih dan pamit pada rekan komunitas aku perlu istirahat cepat, tidak ikut makan malam dan ibadat penutup barengan. Sedikit sesal juga. Tapi rusuh hati ini susah untuk diaja kompromi.
Masuk kamar, aku mandi dan ibadat penutup sendiri di dalam kamar. Bacaan esok pagi aku lahap dengan cepat dan sekilah menyiapkan khotbah untuk Misa pagi esok. Lumayanlah dengan ketergesaan aku masih bisa yakin bahwa masih bisa berjalan dengan baik.
Aku memeriksa batin malam ini dan mengadakan evaluasi diri, eh lai-lagi kisah 17 tahun lalu itu malah melenggang dengan gamblang di hadapank. Aku masih culun, usai seminari menengah, dan menjalani masa Novisiat masih cukup awal. Membersihkan kandang, ada mobil tamu kelihatannya rama paroki luar kota, ada beberapa gadis.
"Itu frater lagi opera, sana kalau mau kenalan, tapi jangan digodain ya..."
Dari kandang aku dengar nasihat Rama Toni dari paroki di kota A menasihati para gadis, ada barang  tiga mahasiswi-nan taksiranku. Aku tahu pasti mereka akan ke sini, kandang paling menarik bagi anak kota, padahal paling menjengkelkan bagi kami.
"Siang Frater, lagi ngapain..."
Kamret tahhu bersihkan kandang, Â tanya lagi ngapain....
"Siang, eh ada tamu, maaf, kotor...saya Frater Andre..."