Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ke Mana Mantra Sakti Amien Rais Kini?

1 April 2019   17:43 Diperbarui: 1 April 2019   17:45 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa tidak kenal Amien Rais, akademisi jempolan, politikus kelas tinggi, pendiri partai politik, punggawa gerakan '98, dan juga capres era reformasi. Aksi-aksi politisnya cukup briliant, meskipun ia sendiri tentu kecewa tidak sebagaimana idealnya.

Era 98, di mana posisi Soeharto mulai tidak lagi sekuat yang lalu-lalu, namanya makin berkibar. Tidak salah ketika banyak adat timur tidak suka mengangkat diri, ia sering disbut tokoh atau bahkan panglima reformasi.  Wajar itu belum tentu benar dan demikian adanya.

Kisah mantra saktinya mengantar pada posisi ketua MPR, di mana era itu posisi MPR sangat kuat. Jelas bukan yang dirindukan dan diidamkan, namun cukuplah, paling tidak malah membuat semakin banyak rival yang mengerak.

Kehilangan mantra sakti kemungkinan karena beberapa hal berikut.

Persoalan 98 melibatkan Yusril, Gus Dur, dan Megawati. Yusril jelas waktu itu secara administratif yang paling mungkin dan lengkap. Namun malah Gus Dur dan Megawati yang maju untuk voting. Dan di sana Mega sebagai partai pemenang pemilu kalah.  Pemerintahan berjalan setengah jalan dan kemudian ada lagi ontran-ontran.

Megawati naik menggantikan Gus Dur yang dipilih MPR juga. Perang dingin di antara ketiganya cukup lama terjadi. Hubungan yang tidak lagi sama tentunya. Cukup sangat wajar.

Usai gagal dalam pencalonan, cukup diam selama sepuluh tahun masa pemerintahan SBY. Entah mengapa begitu riuh rendahnya kembali suara Amien Rais ketika prapenyalonan Jokowi. Apalagi selama hampir lima tahun pemerintahan Jokowi. Pernyataan dan perkataannya jauh dari mantra seorang sepuh dalam banyak bidang yang ia pakarnya itu.

Sebelum masa puncak pilpres sudah mengatakan dikotomi partai Allah dan  setan dan dengungan yang diulang-ulang untuk mendelegitimasi pemerintah, khususnya Jokowi berkaitan dengan kualitas keagamaannya. Cukup lucu ketika menilai partai-partai bala-nya itu sebagai partainya Tuhan, ia lupa nazar untuk jalan Jogya-Jakarta. Ini soal mendasar bertanggung jawab pada pernyataannya.

Untung ada kisah oplas yang terbongkar, ia jadi cukup pendiam, dan tidak banyak ulah. Kalau tidak salah hanya dua kali berbicara dan keduanya tidak cukup bergaung luas. Tidak banyak ungkapannya yang mendapatkan porsi perhatian dan pemberitaan.

Pertama mengenai adanya banyak gendruwo di hotel. Entah apa maksudnya, toh tidak menjadi banyak  fokus perhatian dan pemberitaan. Level seorang tokoh, tetapi berbicara ngelantur dan tidka berkualitas seperti ini. yo pantes kalau makin hilang dari peredaran.

Kedua, soal akan ada people power bukan ke MK jika kalah dalam pilpres mendatang. Ini tanpa gaung yang berarti juga. Hanya sebuah riak kecil dari anak yang merasa kehilangan mainan favoritnya yang sudah ketinggalan zaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun