Mudahnya pelak kejahatan menyatakan khilaf, menyesal, dan menangis, tidak jauh beda dengan aksi politikus yang suka bicara demikian. Mosok bapak mengaku khilaf memerkosa anak kandungnya tapi tahunan dan berkali-kali.
Peran kyai kampung mendapatkan posisi penting, apalagi di 2009, sudah ada pernyataan resmi dari NU dan Muhamadiyah dalam buku Ilusi Negera Islam, kalau banyak masjid sudah diambil alih pengelolaannya oleh gerakan fundamentalis. Maka tidak jarang akan terdengar pengajian, ceramah, atau aktivitas keagamaan namun kental nuansa politisnya.
Kyai kampung yang berkharisma, didengar jemaat dan rakyat menjadi pembeda karena segala fitnah dan caci maki tentu jauh dari reputasi level ini. Caci maki dan  fitnah itu dilakukan oleh para aktivis politik yang menyaru agama. Jangan sensi dan kemudian mengatakan pelecehan agama, ini serius soal pemahaman dan pemisahan agama dan politik.
Pengajaran agama bisa sampai pada penghayatan dan pengamalan, sehingga orang akan malu memfitnah, mencaci maki, dan memutarbalikkan fakta jelas bukan berdasarkan ajaran agama tentunya. Â Ilmu agama yang sudah menjadi jalan hidup akan membawa orang untuk berlaku lebih humanis, penghargaan akan kemanusiaan bukan labelnya, apalagi cuma bajunya yang sama semata.
Jangan sampai bahwa keadaan porak poranda Suriah terjadi di sini. Ketika awalnya adalah fitnahan, sikap saling curiga yang terus menerus digosok-gosok itu. Â Pengalaman negara lain, tidak perlu harus dialami untuk belajar. Â Pererat persatuan untuk negara yang lebih baik dan bersatu. Miris bahwa hari ke hari malah saling sikut, saling sikat hanya karena asumsi dan perbedaan sudut pandang semata.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H