Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Jokowi: Lawan dan Kasihannya Capres 02

24 Maret 2019   07:12 Diperbarui: 24 Maret 2019   07:51 1977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tensi makin meningkat jelang pemilu yang tinggi hitungan hari. Rilis survey Litbang Kompas yang cukup mengejutkan dengan berbagai variannya  tentu memberikan dampak psikologis bagi masing-masing pihak. Ada yang menjadi kepedean, namun ada juga yang realistis.

Jokowi sebagai  presiden dan incumbent, tentu juga layak bereaksi dengan pilihan bersama timnya. Kita lawan, sebenarnya bukan barang baru lagi. Menemukan momentumnya karena rival tentu terhenyak. Ribut dan riuh rendah komentar sana-sini.

Masih cukup dalam ingatan tampaknya ketika beberapa bulan lalu Jokowi mengatakan, kita diam bukan berarti takut, kalau diajak ribut ya ributin sekalian. Ingat, ini adalah reaksi, bukan aksi. Pun lawan itu jelas reaksi bukan aksi.

Sebagian pihak mengatakan Jokowi perlu diam saja sebagaimana pribadi beliau yang dulu. Eits tunggu dulu, tidak bisa demikian. Posisi incumbent serba salah, diam diinjak-injak, bahkan dengan fitnah segala. Posisi penantang tidak memikirkan tanggung jawab moral, berbeda dengan pejabat. Di sanalah kecerdikan dan kebijaksanaan diperlukan.

Pihak lawan yang tidak juga memiliki hal baru tentu akan berkisar pada hal-hal yang itu-itu saja. Menyinyiri kinerja dan pernyataan yang sering remeh temeh dan jauh api dari panggang. Maunyate seharian baru  separo matang, membuat sakit perut.

Sikap tegas dengan kata lawan ini pas momentumnya. Hati-hati TKN di dalam menyikapinya, bukan kekerasan, namun otak yang diperlukan dan itu menjadi penting. Konotasi kekerasan bisa sangat berbahaya jika tidak hati-hati. Lihat saja sebentar lagi akan keluar pernyataan dan klaim presiden kog suka kekerasan.

Masih taraf wajar, sebagai kepela pemerintahan, berbeda ketika 2014, adalah sama-sama berangkat dari posisi yag setara. Kini membela juga simbol negara yang sering dilecehkan, pada sisi lain mereka juga membutuhkan. Ini pembeda yang mereka abaikan.

Cebong Serasa Kamret

Dua kubu dengan sebutan hewan ini, entah sampai kapan akan berakhir, namun keduanya sekarang cenderung identik. Fokus pada rival, tidak lagi menjanjikan kebaikan kubunya sendiri, namun mengulik, menjual keburukan rival. Sah-sah saja sepanjang itu memang fakta, namun ada yang berlebihan. Jauh lebih baik menjawab kampanye hitam dengan kampanye hal positif dukungannya.

Tidak kurang-kurang prestasi Pak Jokowi, dan itu jauh lebih menguntungkan jangka panjang bangsa dan negara ini. Sikap santun, santai, tak berjarak, dan apa adanya itu puluhan kali dari apa yang ditampilkan pihak sebelah.

Beberapa contoh berikut bisa menjadi menarik

Pecatan. Dalam hidup ini tidak ada yag lurus-lurus saja. Ada banyak korban dan kadang memang kebodohan sendiri. Ada pula sisi di mana ia tidak mampu berbuat lain. Saya juga mengalami tiga kai lebih dipecat, kalbet jauh berbeda, namun perasaan  ketika membaca itu sama.

Apakah ini menjadi alasan pendukung memilih beliau? Tidak. Sama sekali tidak, bukan soal pecatannya fokusnya, namun bahwa Pak Jokowi sukses merintis banyak karir dengan gilang gemilang. Aroma positif dan optimis menjadi penting.

Keluarga berantakan. Ini juga bukan bahan bagus untuk memberikan tekanan pada pemilih agar melek melihat itu semua. Persoalan pelik, ada peran Tuhan dalam sebuah perkawinan, dan juga ada pihak pasangan, keluarga, mungkin juga politik di sana. Tidak hanya satu pribadi yang menentukan.  Pribadi-pribadi baik bisa saja berantakan keluarganya, dan belum tentu itu juga kesalahan satu pihak semata.

Keluarga Jokowi yang harmonis itu jauh lebih baik digaungkan sebagai sebuah prestasi. Jatuh bangun dan adanya perjuangan untuk mempertahankan pernikahan dikedepankan. Sehingga inspirasi positif bukan malah orang fokus pada yang gagal. Banyak yang sukses sampai akhir hayat kog daripada yang berhenti di tengah jalan.

"Kelainan" anak.  Hal ini juga bukan hal baik dalam kampanye. Keputusan itu sebagian juga adalah kehendak Tuhan di sana, siapa yang mampu melawan rencana Tuhan? Kadang juga lingkungan mendorong hal itu.  Apa iya mau melecehkan ciptaan, katanya orang beragama, religius, dan pemuja surga.

Tampilkan saja trio Jokowi yang lempeng, dan bercanda dengan cair sebagai kakak adik dengan masif. Itu membuat bangsa ini lebih bahagia. Becanda kakak adik yang sangat Timur banget. Itu nilai plus luar biasa.

Pelanggar HAM. Gaung yang tidak efektif karena 2004 sepi dari ini semua. Miris ketika catatan buruk malah menjadi modal kapital yang menguntungkan karena simpati dari orang yang tidak paham. Apa iya model demikian laya mendapatkan limpahan simpati?

Jauh lebih menguntungkan adalah pemerintah saat in taat hukum. Pelaku kejahatan dijebloskan ke penjara. Jangan takut menyuarakan kebenaran dan melawan wacana kriminalisasi dengan garang juga.   Mereka-mereka juga pelakunya dan mereka juga yang teriak kriminalisasi padahal memang jahat perilakunya. Itu yang perlu dibuka di depan publik. Jangan takut.

Hal hal yang membuat kasihan itu bukan pembenar untuk menjadi pemilih, hanya  semata agar kampanye positif yang dikemukan dan dijadikan panglima. Optimis bahwa kejahatan tidak akan pernah menang. Jangan memilih pembenar mereka melakukan juga kekejian, fitnah, hoak, dan seterusnya.

Biasa memainkan politik kurban juga jangan jadi pembenar untuk melakukan perilaku yang sama. Kebaikan, nilai positif dari Jokowi jauh lebih banyak untuk dieksplorasi, dikembangkan lebih jauh, dari pada mengulik kekurangan, bahkan mungkin kejahatan rival.

Bangsa ini perlu berubah menjadi bangsa yang optimis, di mana pesimisme perlu dibuang jauh-jauh. Belanda sudah pergi jauh dan sekarnag menjadi sahabat, bahasa, budaya, agamanya tidak tertinggal, namun mental penakut dan pesimisnya masih akut. Ini yang perlu didobrak.

Pilihan jelas ada yang satu optimis. Ada juga yang lain pesimis. Jelas lah memilih yang mana.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun