Beberapa tahun lalu, ketika KPK periode ini terbentuk, banyak nada pesimis bahwa ini paling lemah. Tarik ulur kepentingan di tengah badai aksi korupsi dan politik dua kubu yang asal berbeda. Publik pun paham dan melihat, ada unsur dugaan kesengajaan memilih yang tidak "galak."
Wajar karena periode sebelumnya KPK menggambarkan diri sebagai lembaga yang sangar, ada Jumat keramat dengan berbagai drama yang seolah-olah diciptakan demi sesuatu. (Ulasan lain tentu, bukan dalam artikel ini). Konpres dengan  gegap gempita, bahasa dan gerak tubuh yang sangat "meneror" pelaku maling. Toh terbukti ketika cenderung molitis.
KPK terbentuk yang baru, dengan komposisi semua baru, disikapi dengan badai pansus dan pelemahan yang menjadi-jadi. Lebih sering ribet dengan urusan politis, intrik di dalam yang melibatkan salah satu unsur, dalam hal ini Polri. Jadi jika dianggap paling lemah, mungkin saja ada benar atau pembenar tudingan itu.
Tampilan  yang sangat berbeda seolah memberikan gambaran ah benar kata pengamat atau elit bahwa periode lemah telah menghinggapi KPK. Eits tunggu dulu. Lihat rekam jejak kasus yang mereka tangani.
Terbaru, penangkapan tangan atas ketua umum parpol memberikan sebuah bukti baru kalau KPK kali ini cukup bertaji. Â Yang mereka karungi bukan sembarangan. Lihat daftar berikut:
Pimpinan dan Anggota Dewan,
Cukup lengkap, belum pernah terjadi adanya pimpinan, ketua dan satu wakil ketua dewan yang dikandangkan KPK manapun. Termasuk kala Abraham Samad yang terkenal garang itu. Atau era Antazari yang dingin itu. Zaman Agus Raharjo ketua dewan yang licin bak belut mandi oli itu masuk Sukamiskin. Ini pun drama panjang, jangan anggap sepele, salah-salah mereka masuk bui karena jaringannya yang luar biasa.
Siapa tidak kenal liat dan licinnya Setnov. Drama bak pao pun menyeret dokter dan pengacara masuk bui, bahwa korupsi akan merembet ke mana-mana bak kanker dan itu baru periode ini bisa berlaku demikian.
Wakil ketua dewan pun dibawa masuk penjara. Melengkapi kiprah PAN dengan gubernur yang demikian kuat, diwakili Nur Alam dan Zumi Zola. Keberanian di tengah ancaman Amien dan kawan-kawan yang akan bersorak gembira jika saja Agus dkk bisa jatuh seperti Abraham dan Bambang, atau Bibit Chandra.
Anggota jelas diwakilii Eny yang membawa juga terjungkalnya menteri aktif dalam diri Idrus Marham. Miris sebenarnya, satu sisi itu adalah prestasi KPK, toh juga aib bangsa.
Menteri Aktif
Idrus Marham memang mundur dulu sebelum dinyatakan tersangka oleh KPK, pilihan baik dan bagus, walaupun akhirnya sama saja. Mengerikan jika terlambat sedikit saja, betapa rusak parah citra pemerintah. Memang bukan berkaitan sebagai menteri dan tugas atau proyek kementrian di mana ia menjalani kasus hukum.
Kasus di partai dan kejadian sebelum menjadi menteri memang jauh lebih mengurangi dampak pada citra pemerintah. Ia tersangka bersama anggota dewan, ketika ia sebagai elit partai, sebelum menjadi menteri. Posisi menteri aktif yang terganjal KPK memang bukan yang pertama, karena periode lampau cukup banyak.
Beberapa kementrian dan menteri juga kali ini menjadi sorotan tajam. Artinya masih perlu hati-hato bagi para menteri yang memang suka main belakang.
Ketua DPD
Ketua DPD ditangkap di rumah dinasnya sedang menerima uang suap. Pro dan kontra terjadi, toh tetap bukti dan persidangan juga memberikan fakta itu memang demikian. Sama dengan ketua MK pada periode lampau. Cukup unik dan berbeda karena posisi DPD yang jauh dari hingar bingar kasus toh ternyata bisa juga menjadi pintu masuk pat gulipat pengusaha dan politikus. Tidak ada yang steril dari penyakit korup.
Pimpinan Daerah
Tidak perlu dibeber lagi karena begitu banyaknya kasus demi kasus di mana gubernur ataupun bupati-walikota yang antri dibui KPK. Termasuk di dalamnya adalah rekanan mereka di dalam mengumpulkan kekayaan.
Ketua Umum Partai Politik
Paling tidak empat ketua umum partai politik aktif yang terkena kasus hukum kaitannya korupsi, ada SDA, Setnov, AU, dan Romi. Pada periode berbeda memang, namun kali ini pun cukup berani karena posisi politisnya yang bisa jadi sebagai tameng untuk berlindung. Tahun politis lagi.
Satu sisi itu adalah prestasi, namun sisi lain itu adalah aib dan penyakit bangsa yang memalukan. Beberapa hal yang patut dicermati adalah,
Ini penyakit bangsa, elit partai dan elit negari tidak perlu saling tuding dan tuduh ini sebagai apa. Korupsi atau maling saja, bukan soal asal partai atau koalisi. Jika mau demikian, harapan pemberantasan korupsi akan bisa diharapkan dampaknya.
Korupsi itu tidak akan bisa berdiri sendiri. Pasti akan lebih dari satu pihak dan pribadi, penyelesaian selama ini cenderung mengamankan hanya satu atau dua pihak atas beberapa orang, belum membongkar secara keseluruhan.
Ada anggapan ini adalah kegagalan karena penindakan bukan pencegahan. Menarik dan sepakat, namun ingat ini  adalah penyakit bangsa yang sudah sangat akut. Kalau kena kanker hanya mikirkan vaksin atau pola hidup sehat saja, sedangkan yang sudah tumbuh tidak dikemoterapi atau dibedah yang omong kosong. Maju terus KPK untuk penindakan, pencegahan bukan semata tugas KPK.
Pencegahan adalah tugas seluruh lembaga dan organisasi. KPK menjadi fasilitator untuk itu. penindakan jelas ranah KPK bersama Polri dan Kejaksaan. Ini yang perlu disadari, bahwa politikus yang numpang tenar soal ribut pencegahan, lihat saja sebagai upaya melindungi diri mereka sendiri.
Pembuktian terbalik dan pemiskinan menjadi penting dan mendesak. Sayangnya mana mau parpol dan dewan membahas itu, sedangkan mereka antri masuk bui, mana ada yang menyiapkan tali gantungan untuk mereka sendiri.
Pelaporan harta kekayaan pelaku penyelenggara negara bukan sekadar himbauan, namun masuk ranah hukum wajib. Mengapa demikian? Karena selama ini mereka masih berdalih toh himbauan, dan jelas itu bisa dimanfaatkan. Himbauan itu mengandalkan kesadaran dan nurani serta ranah etis yang suci, jika memang tabiat maling yang ada, mana mau laporan.
Karena himbauan, susah untuk KPK bisa juga memaksa mereka melaporkan, dan mengintai saja siapa yang dicurigai, dan itu bisa lama dan sangat menguras energi. Bangsa ini masih lebih banyak elit bermental maling ini yang perlu disadari.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H