Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Koalisi 02, Ekspektasi Tidak Sesuai, Lembaga Survei Dicela, dan Tidak Dipercaya

13 Maret 2019   09:00 Diperbarui: 13 Maret 2019   09:18 902
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pemimpin itu realistis, bukan mimpi. Hal prinsip dan penting. Sayangnya belum tampak dalam koalisi 02 baik pasangan capres, dan jajaran BPN sekalipun.

Pemilu menjelang, tidak sampai hitungan bulan, hanya dalam hitungan sebulan lebih sedikit. Satu demi satu hasil survei dirilis, dan kompak semua identik, hanya soal perbedaan dalam hasil dalam prosentase.

Sangat wajar apa yang dilaporkan, karena toh itu gambaran yang sangat mungkin demikian. Kajian ilmiah dan di dasari dengan cara-cara ilmiah dan tentu dengan metodologi yang bisa dipertanggungjawabkan secara keilmuan.

Sangat menarik ada beberapa tanggapan dari pihak yang tidak mau tahu atas kekalahan dalam hasil survei ini. Beberapa hal yang patut dilihat dan dicermati adalah sebagai berikut;

Sikap penolakan, dari hampir semua lini 02. Dalam berbagai bentuk, toh intinya sama. Sang cawapres mengatakan, mereka tidak pernah percaya hasil survei eksternal. Cukup miris dan menarik sekali apa yang disampaikan.

Apa yang dinyatakan dan dikatakan jelas itu pola pikir katak dalam tempurung. Seorang pemimpin dan juga kelompok politik model demikian, akan susah maju karena dalam hal-hal berikut. Bagaimana mereka bisa dikelabui laporan ABS, asal bapak senang, khas Orba. Ini masalah pertama.

Kedua, jelas mereka sudah menutup diri, sehingga akan menjadi masalah ketika kalah beneran. Ini bukan tudingan tidak mendasar, toh sejak 2014 dan juga dalam pilkada sikap mereka selalu demikian.

Ketiga, kecenderungan politikus siap menang namun takut kalah, sehingga hidup dalam kubangan sendiri. Dengan alam demikian, hanya percaya kubangan sendiri, yang di luar itu adalah salah, sesat, dan kalau kalah mereka curang. Saling menguatkan di dalam dalam kubangan kesesatan.

Koordinator juru bicara BPN, mengatakan kalau hasil survei itu tidak bisa dipercaya. Rakyat sudah cerdas sehingga tidak lagi percaya pada lembaga survei. Lagi-lagi ada beberapa hal bisa kita cermati, apalagi kemudian mengaitkan dengan kondisi pilkada DKI 201 lalu.

Pernyataan pemilih atau rakyat sudah cerdas, setuju banget. Malah yang maaf kembali oon malah elit, di mana, mereka hanya percaya ketika hasil surveiy itu menyenangkan mereka. Hal ini selain meperlihatkan ketidakilmiahan mereka, juga jiwa kerdil dan tidak realistis.

Kecerdasaan rakyat malah digoda dengan asumsi, persepsi, dan masukan yang sudah dibiaskan oleh mereka.  Apa yang terjadi, terutama media sosial, grup-grup percakapan telah cenderun bias dan telah diubah sesuai dengan kepentingan mereka.

Satu dua lembaga survei yang menyatakan hasil yang mengalahkan mereka, itu wajar, namun jika lebih dari lima, dan itu sudah melalui rekam jejak yang lama dan biasa hasilnya sejalan dengan apa hasil faktual. Apa  yang benar malah dibantah, dan yang didengar malah sering adalah yang salah.

Cukup menarik berikutnya adalah, tudingan keji pada lembaga survei yang sangat menjunjung kadar keilmuan, namun malah mendukung lembaga yang hanya terdengar ketika ada gelaran pemilu semata. Keilmuan mereka susah diterima akal sehat karena kinerjanya tidak kontinue. Hanya isu pilpres saja yang digarap. Ke mana selama sepi pemilihan?

Mengaitkan dengan pilkada DKI, cukup patut menjadi perhatian, karena bisa ke mana-mana artinya. Pilkada DKI jelas pemilihan paling ugal-ugalan, cenderung brutal, dan paling kasar. Pelibatan sisi SARA dan isu serta cenderung fitnah menjadi andalan.  Benar bahwa hasil survei memang hampir semua menunjukkan Ahok-Djarot menang, dalam survei, namun faktanya berbeda. Beberapa hal menjadi penyebab itu, perlu  dicermati.

Penggunaan isu penistaan agama dan isu agama bagi calon gubernur Ahok sangat mematikan. Isu ayat dan mayat sangat menjual untuk menegasi prestasi dan capaian gubernur. Pemanfaatan isu agama sangat mujarab.  Jelas hasil survei bisa putar balik karena kondisi ini.

Apakah pilpres mungkin dibuat demikian?

Sangat mungkin. Penggunaan isu PKI jelas isu murahan yang diulang-ulang sejak 2014, toh masih banyak yang percaya dan yakin. Susah juga mengajarkan kebenaran dan sikap kritis itu. Betapa mudahnya fakta disodorkan, namun karena cuci otak biadab dengan pengulangan terus menerus, fitnah ini masih banyak yang percaya.

Antiulama dan antiagama tertentu. Lucu dan memaksakan sejatinya. Copas strategi pilkada DKI yang ugal-ugalan sebenarnya. Bagaimana tidak pasangan Jokowi-KHMA toh Muslim semua, bahkan kyai haji, ketua MUI, pemimpin pesantren lagi. Mana bisa dikatakan antiagama dan antiulama.

Memang bahwa banyak kasus di mana ulama, orang yang memiliki status tertentu berkaitan dengan agama, kena kasus hukum. Sejatinya ini bukan kriminalisasi, karena toh mereka semua melanggar hukum. Pembiaran selama ini yang menjadi masalah.

Antekasing, keturunan China. Jelas ini khas Orba di mana mengaitkan isu Komunisme, China, dan permusuhan yang tidak ada habis-habisnya. Padahal  dua isu itu sangat mudah dipatahkan. Soal antekasing, bagaimana pengembalian aset dan tambang yang puluhan tahun dalam penguasaan asing kini dikelola dalam negeri, atau dalam negeri mendominasi.

Bagaimana bisa ada truk dengan huruf kanji namun dikaitkan dengan China dan kertas suara. Jelas sangat jauh dari kebenaran, mengapa yang naik lexus, tidak dikaitkan dengan USA? Aneh dan standart ganda di mana-mana.

Beberapa hal tersebut memberikan pembelajaran penting bagi pemilih cerdas, ikut meminjam bahasa Dahnil di mana rakyat memang cerdas, bukan semata klaim, atau sesuai dengan kepentingan semata.

Jokowi dengan seluruh jajaran tetap yakin karena berdasarkan spirtulitas yang mendalam. Hidup rohani yang membuat mampu menjalani apa yang selama ini demikian berat karena tudingan dan fitnah. Ini yang membedakan dengan kubu sebelah.

Kubu 02 hanya klaim soal agama, namun nol dalam fakta religius. Bagaimana bisa orang beriman namun bersikap pesimis, suka menebar kebohongan, kebencian, dan caci maki dengan enteng seolah orang biadab, alias tidak beradab.  Ini jelas kualitas kepemimpinan.

Dahnil menggunakan pilkada DKI sebagai sebuah cermin, pemilih cerdas juga menggunakan hasil pembangunan Jakarta sebagai cermin. Di mana kemunduran dalam banyak segi, itu sebagai fakta yang memberatkan pemilih untuk memberikan kepercayaan kepada mereka. Jadi Jakarta adalah tugu peringatan yang mereka bangun untuk menunjukkan kualitas kepemimpinan mereka yang sangat buruk.

Fokus mereka hanya sesaat, pendek, sempit, dan itu hanya mengganti Jokowi saja, lagi-lagi identik dengan menggati Ahok, sehingga ketika menang, hanya mengobrak-abrik apa yang berbau Ahok. Ini sangat merugikan keberadaan pembangunan Jakarta. Apa iya yang demikian mau juga dinasionalisasikan? Sayang banget bukan.

Pembangunan bangsa ini makin jelas, terang, dan ada harapan baik ke depannya. Jelas seperti apa pondasi pembangunan baik, infrastruktur dan pembangunan  mental yang sudah dimulai dan hasilnya sudah ada, malah akan diarak mundur lagi, seperti Jakarta yang sudah memperlihatkan kemunduran itu.

Benar rakyat sudah pintar, pun pemilih juga kritis, bagus karena kelompok yang hanya memikirkan kursi semata, susah menyakinkan akan memberikan dampak baik bagi keberadaan bangsa ini ke depannya. Konsentrasi pada kursi akan membawa konsekuensi hanya mempertahankan kursi dengan menyenangkan semua pihak.

Pilihan paling mudah jelas dalam kabinet dan lembaga negara akan bagi-bagi kue bak dagang daging sapi. Apa yang akan terjadi? Jelas kinerja rendah, nama-nama yang sudah beredar pun tidak cukup meyakinankan dalam kinerja.

Menyenangkan semua pihak dengan takut menegakkan hukum. Jangan sampai 10 tahun lampau terulang, sehingga kelompok apa saja itu bisa tumbuh subur, termasuk tabiat caci maki dan kelompok tidak siap kalah.  Ini penyakit bangsa.

Jelas bahwa pilpres belum selesai, namun hasilnya sudah memperlihatkan banyak indikasi siapa yang akan menjadi pemimpin untuk lima tahun mendatang. Pemimpin itu bukan soal sempurna namun siapa yang siap memperjuangan dengan sebaik mungkin.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun