Jokowi dengan seluruh jajaran tetap yakin karena berdasarkan spirtulitas yang mendalam. Hidup rohani yang membuat mampu menjalani apa yang selama ini demikian berat karena tudingan dan fitnah. Ini yang membedakan dengan kubu sebelah.
Kubu 02 hanya klaim soal agama, namun nol dalam fakta religius. Bagaimana bisa orang beriman namun bersikap pesimis, suka menebar kebohongan, kebencian, dan caci maki dengan enteng seolah orang biadab, alias tidak beradab. Â Ini jelas kualitas kepemimpinan.
Dahnil menggunakan pilkada DKI sebagai sebuah cermin, pemilih cerdas juga menggunakan hasil pembangunan Jakarta sebagai cermin. Di mana kemunduran dalam banyak segi, itu sebagai fakta yang memberatkan pemilih untuk memberikan kepercayaan kepada mereka. Jadi Jakarta adalah tugu peringatan yang mereka bangun untuk menunjukkan kualitas kepemimpinan mereka yang sangat buruk.
Fokus mereka hanya sesaat, pendek, sempit, dan itu hanya mengganti Jokowi saja, lagi-lagi identik dengan menggati Ahok, sehingga ketika menang, hanya mengobrak-abrik apa yang berbau Ahok. Ini sangat merugikan keberadaan pembangunan Jakarta. Apa iya yang demikian mau juga dinasionalisasikan? Sayang banget bukan.
Pembangunan bangsa ini makin jelas, terang, dan ada harapan baik ke depannya. Jelas seperti apa pondasi pembangunan baik, infrastruktur dan pembangunan  mental yang sudah dimulai dan hasilnya sudah ada, malah akan diarak mundur lagi, seperti Jakarta yang sudah memperlihatkan kemunduran itu.
Benar rakyat sudah pintar, pun pemilih juga kritis, bagus karena kelompok yang hanya memikirkan kursi semata, susah menyakinkan akan memberikan dampak baik bagi keberadaan bangsa ini ke depannya. Konsentrasi pada kursi akan membawa konsekuensi hanya mempertahankan kursi dengan menyenangkan semua pihak.
Pilihan paling mudah jelas dalam kabinet dan lembaga negara akan bagi-bagi kue bak dagang daging sapi. Apa yang akan terjadi? Jelas kinerja rendah, nama-nama yang sudah beredar pun tidak cukup meyakinankan dalam kinerja.
Menyenangkan semua pihak dengan takut menegakkan hukum. Jangan sampai 10 tahun lampau terulang, sehingga kelompok apa saja itu bisa tumbuh subur, termasuk tabiat caci maki dan kelompok tidak siap kalah. Â Ini penyakit bangsa.
Jelas bahwa pilpres belum selesai, namun hasilnya sudah memperlihatkan banyak indikasi siapa yang akan menjadi pemimpin untuk lima tahun mendatang. Pemimpin itu bukan soal sempurna namun siapa yang siap memperjuangan dengan sebaik mungkin.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H