Entah apa yang ada dalam benak koalisi 02 ini, yang terus-terusan menggoreng keberadaan Ahmad Dhani yang sedang ada dalam penjara. Mulai menyoal penahanan di Surabaya, soal meminta penangguhan dengan jaminan dari ketua MPR, pimpinan DPR, hingga capres. Luar biasa "tahanan politik" sekaliber ini belum ada. Bung Karno, Bung Hatta, pun tidak pernah demikian istimewa.
Dhani memang istimewa, luar biasa, padahal Buni Yani merengek dan mengeluh jadi satu dengan  pembunuh, pecandu narkoba, tidak ada yang menggubris dan memberikan tanggapan dengan seheboh ketika Dhani mendapatkan panenan kentut. Atau Ratna Sarumpaet yang terlupa sama sekali.
Mengapa Buni diabaikan? Sangat tidak strategis berbicara Buni Yani. Dengan melenggang dua tahun sebelum di penjara, kondisi politis Buni sangat melemahkan semangat penengakan hukum. Jelas merupakan kerugian, apalagi kondisi jauh berbeda dengan dua tahun lalu. Keberadaan Ahok-BTP yang telah memberikan tanggung jawab malah justru menjatuhkan wibawa pembela Buni Yani.
Satu lagi, habis manis sepah dibuang. Merengek sampai keluar darah pun tidak ada ditanggapi, kecuali oleh pengacaranya. Itu pun sebatas normatif, paling menyampaikan keluhan atau suratnya. Mana ada yang berkunjung apalagi membela bak pahlawan politik yang sedang dikriminalisasi. Jalani saja atas pilihan teman yang model demikian.
Setali tiga uang dengan kondisi Ratna Sarumpaet. Posisi sulit dan dilematis memang, karena sudah menuding pihak lain sebagai pelaku kejahatan, eh ternyata ketahuan bahwa itu kebohongan semata-mata. Mau membela jelas merugikan sangat karena jelas penipuan hukumnya seperti apa. Apalagi model pendekatan habis manis sepah dibuang telah sekian lama dilakukan dan itu jelas dan gamblang. Ya lagi-lagi jalani saja Ratna Sarumpaet, di dalam kesendirian.
Pembelaan untuk Ahmad Dhani yang masif bisa dimengerti, beberapa hal sangat mungkin menjadi latar belakang:
Pertama, masalah Dhani adalah persoalan UU ITE dan itu dituding sebagai pasal karet. Dan di sana lucunya adalah para pelaku penandatanganan UU itu bisa dijadikan pasal pidana. Mereka lupa bahwa itu bisa menjerat rekan mereka. Memang yang tanda tangan hanya koalisi pemerintah, ini yang abai mereka sadari.
Mengapa Buni Yani yang sama-sama melanggar UU ITE tidak dijadikan bahan sama dengan Dhani? Ingat Ahok yang juga berkaitan dengan kasus BY sudah menjalani penjara. Malu lah, meskipun mereka tidak pernah malu melanggar hukum, toh cukup tidak ada nyali untuk tetap maju membela Buni Yani.
Kedua, kondisi Ahmad Dhani yang memiliki penggemar cukup banyak dan itu nyata, bisa menjadi senjata di dalam banyak aksi yang mungkin bisa dilakukan. Sentimen agama dan sejenisnya sudah usang, perlu cari trik baru, dan ada momentum ini. Sangat bisa menjadi alasan untuk menyiptakan isu represi pemerintah. Namun jelas terpatahkan UU-nya siapa yang membuat?
Ketiga, narasi yang bisa menjadi liar, jika dengan jaminan elit mereka, Dhani bisa ditangguhkan, akan menuding pemerintah lemah, pemerintah bisa diatur-atur oleh kepentingan elit sesaat. Namun begitu gagal, narasi yang sama akan muncul, pemerintah otoriter, pemerintah tebang pilih, dan sejenisnya.
Keempat, lucu dan aneh, ketika mereka berupaya menangguhkan penahanan, satu sisi status Dhani adalah terpidana, tidak ada terpidana bisa ditangguhkan, kecuali sakit parah, pun itu di dalam rumah sakit tentuya. Ini sehat wakafiat bahkan.
Kelima, lucunya adalah mereka ini berpendidikan, pengalaman, namun mau-maunya bertindak maaf bodoh, bahkan bloon karena, penahanana tersnagka itu agar tidak melarikan diri, tidak mengulangi perbuatannya, dan tidak merusak barang bukti. Minimal satu saja dilakukan, penahanan berhak dilakukan baik polisi atau jaksa. Dan di sini pengulangan itu sangat mungkin. Lihat perilaku Dhani, di penjarapun masih berulah demikian.
Apa yang dilakukan pemerintah dan aparat penegak hukum telah berjalan pada rel yang semestinya, tidak perlu takut dengan narasi politis. Nanti juga mereka akan mundur jika tidak ada tanggapan yang memuaskan. Modelnya sama persis dan bisa dibaca kog. Tenang saja pasti mereka akan meninggalkannya begitu tidak mempan.
Pelajaran berharga bagi relawan, apapun dukungannya untuk bersikap relaitis, bukan membela bak babi buta, apalagi sampai memfitnah, menebarkan kebencian, dan model yang bisa dijerat dengan hukum. Â Apalagi jika membela begitu, ketika terkena jerat hukum diabaikan, nyesek bukan?
Memperlihatkan kepada pemilih dengan gamblang rupa dan watak perjuangan koalisi 02 di dalam menyikpai kasus. Pembelaan bakbabi buta hanya ketika mereka memperoleh keuntungan. Jangan harap akan ada pembelaan, perhatian pun tiada, jika dirasakan akan membahayakan posisinya.
Apakah itu akan terus terulang dan diabaikan begitu? Ingat pilpres makin dekat, tetapi nalar tetap  nomor satu. Jangan lupa masa depan masing-masing ada di  tangan sendiri, bukan ada di tangan presiden terpilih kog.
Mendukung sih boleh, namun jika melanggar hukum malah merugikan lah, jadi nalar tetap harus dikedepankan. Â Jokowi sekali lagi, Jokowi lagi.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H