Barisan sakit hati namun tidak berdaya ini, ditingkahi oleh kelompok yang bisa menikmati subsidi dan kini harus berkeadilan sosial seluruh Indonesia. BBM satu harga yang puluhan tahun hanya sebagian kecil anak bangsa yang menikmati.
Sikapnya yang tetap bersahaja, sederhana, apa adanya, dan tetap membumi, memberikan gambaran bagi sebagian anak negeri yang bukan siapa-siapa. Saatnya aristokrat yang hanya mengandalkan koneksi dan kekakyaan untuk berani bersaing dengan seluruh anak negeri secara setara. Jangan ngamuk dan ngambeg jika kalah dalam banyak hal karena proses panjang anak bukan siapa-siapa itu bisa melaju lebih kencang.
Demokrasi menyediakan lahan, sarana, dan kesempatan yang sama. Toh para penganut aristokrasi bisa menyiptakan trik dan kesempatan yang berbeda. Di mana mereka bisa melaju terlebih dulu. Namun ingat bahwa perjuangan dan proses panjang itu membantu hasil yang lebih menjanjikan dan membanggakan. Aneh jika orang kebanyakan kog memusuhi Jokowi hanya karena orkestrasi para aristokrat kolokan itu.
Pribadi bukan siapa-siapa yang suka aku ra papa itu simbol berserakannya aristokrat yang mengangkangi bangsa ini puluhan tahun. Tentu bukan antiaristokrat atau para bangsawan tidak boleh memimpin, namun bagaimana mereka itu juga memiliki kualifikasi atau tidak?
Jokowi sekali lagi, satu kali Jokowi. Pilihan makin pasti dan tidak perlu ganti dulu.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H