Pro-kontra soal ada yang menangis dan mengeluhkan harga bawang merah pada cawapres itu wajar. Namanya juga tahun politik, masa kampanye. Soal penilaian benar dan salah, toh semua juga tahu, mengenai pantas atau tidak, juga dipahami dengan baik siapa yang lebih bisa dipercaya.
Awal pemerintahan lalu, petani tetangga mengeluhkan ide untuk sesegera mungkin menanam usai memanen. Petani itu mengatakan kalau perintah yang ngawur karena tidak tahu lapangan. Ternyata kini keluhan itu lewat karena adanya hasil baik yang dipetik.
Persoalan ketahanan pangan dan energi sejatinya adalah persoalan bangsa dan negara yang mendasar. Bagaimana pengalaman peperangan zaman penjajahan, ketika Sultan Agung hendak mengusai Batavia, perbekalan menjadi penting. Antisipasi berikutnya dengan lumbung juga gagal karena VOC berhasil merusak persediaan logistik mereka. Artinya, bahwa logistik, dalam konteks ini adalah ketahanan pangan dan energi menjadi sangat penting.
Kekuatan dalam aktivitas jelas pakan sebagai sumber energi manusiawi. Era modern alat sebagai penunjang operasional memerlukan energi untuk menggerakkanya. Alat memerlukan sarana dan prasarana untuk melakukan mobilisasi. Infrastruktur menjadi penting dan mendesak. Di sinilah kolaborasi kementrian itu menemukan momentum melaju dengan pesat, usai begitu lamanya lamban dan seolah jalan di  tempat.
Salah satu komoditas yang dikeluhkan "petani" pada salah satu cawapres itu sebenarnya hal yang lumrah saja. Namun menjadi berlebihan ketika itu berkaitan dengan politik. Bagaimana kawasan ujung Jawa Tengah itu dalam waktu yang belum terlalu lama baru saja melakukan ekspor bawang merah ke beberapa negara lain.
Berbeda, jika di pasaran sana penuh dengan barang impor, sehingga mereka menjadi korban atas perilaku dan tata niaga buruk perdagangan komoditas yang sejatinya ada. Apa yang terjadi adalah sebuah drama gagal karena grusa-grusu di dalam menyikapi informasi. Mementahkan argumentasi bahwa kementan sukses dengan produksi salah satunya bawang, namun gagap karena salah di dalam menjadikan bahan kampanyenya.
Menteri paling fenomenal adalah Menteri KKP yang dengan galak menenggelamkan kapal para pencuri ikan. Menteri era lalu mengakui bahwa ia sejatinya sudah melakukan itu, dengan pembakaran kapal. Namun presiden saat itu menegur dan berhentilah program menanggulangi maling ikan itu. Potensi kekayaan alam terutama ikan hilang, melayang, dan lenyap begitu saja, padahal dengan luasan yang  demikian besar, menjadi potensi tambang yang membantu perekonomian negara.
Kehendak baik, ada dukungan dari atasan menjadikan ide laut dan kedaulatan laut dan sumber dayanya bisa tercapai. Jika ada halangan dan tantangan itu sangat wajar. Di mana puluhan tahun semua maling leluasa di lautan tanpa kena ini dan itu, jelas suap dan main mata yang lebih kuat, merekalah yang menggerakan upaya penghentian menteri dan kebijakannya itu. Â Mengenai data soal ini, Google menyediakan dengan melimpah, bisa dicek.
Tata kelola yang baik, perlu juga infrastruktur yang memadai. Ada bendungan dan saluran irigasi sehingga menjamin pasokan air bagi pertanian. Ada jalan yang lancar dan menyeluruh sehingga distribusi panen dari ladang-sawah hingga pasar bisa terjadi dengan segera. Ini ada dua hal yang sukses di jalankan.
Menteri Desa dengan program dan anggaran dana desa yang banyak sukses untuk pembangunan lokal desa. Dibarengi dengan kinerja moncer Menteri PUPR yang membangun banyak sarana dan prasarana. Semua berkolaborasi dengan baik.
Panenan melimbah, jalanan makin baik, perlu namanya energi dan ketahanannya. Nah Kementrian ESDM ternyata bekerja di dalam kesenyapan, bukan hiruk pikuk, dan sukses mengamankan apa yang selama ini dikuasai pihak lain. Blok Mahama, Blok Rokan, dan paling fenomenal adalah Free Port. Mereka tidak perlu banyak wacana dan ide bombastis via media. Namun gol terjadi dan itu banyak membuat banyak pihak ngeri.