Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kala Politik Kehabisan Ide Berkelas, Jumat-an dan Jalan-jalan Dijadikan Komoditas Politik

15 Februari 2019   13:34 Diperbarui: 15 Februari 2019   13:41 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Beberapa hari terakhir, lebih banyak keributan dan keriuhan politis namun sejatinya miskin esensi. Di  mana, lebih banyak perilaku minir yang mengemuka. Mirisnya ada dalam satu kubu yang merasa paling baik, paling benar, paling taat azas. Ketika dijawab dengan penegakan hukum merengek bak bayi yang kehausan.

Berkali ulang, pola yang sama dipakai, penegakan hukum seolah mampat karena politisasi ugal-ugalan yang tidak bermutu sama sekali. Bayangkan saja fitnah ke mana-mana, ketika ditangkap polisi merengek, mengaku katanya kritik itu bagian demokrasi. Kritik wudelmu bodong, ketika hujatan, cacian, dan makian tidak mendasar sama sekali.

Jumatan. Hal yang alamiah, wajar, dan bahkan kewajiban bagi Muslim laki-laki. Entah kalau kelaki-lakiannya separo atau sepenggal. Itu ranah lain. Yang jelas ibadah sebagai kewajiban ya lakukan sesuai dengan normanya. Ini tidak ada politisasi sama sekali.

Menjadi masalah dan catatan adalah adanya pamflet, banner, spanduk, dan tetek bengek yang mengajak orang untuk ikut serta. Meskipun tanpa label apapun sebagai ciri kampanye, toh orang juga akan paham bahwa ini kampanye. Karena apa? Karena memang sedang kampanye. Apalagi ajakan dan ada perintah, ini akan dengan mudah dibantah.

Cukup bagus apa yang dilakukan penanggung jawab Mesjid yang menghubungi Bawaslu dan meminta pamflet yang ada diambil. Pernyataan yang mengikuti juga benar dan faktual, menerima Pak Dirman, Sudirman Said kala pilkada pun dipersilakan, karena memang tidak membawa atau mengajak massa. Artinya bukan soal si A atau si B tidak boleh melakukan ibadah atau kewajibannya. Ini penting.

Pada kondisi yang cukup berbeda, namun lagi-lagi karena masa politik yang makin kuat, Jokowi mengadakan sesi jalan-jalan dan ada photo bersama. Namanya keluarga jalan-jalan itu wajar, normal, dan sangat biasa, menjadi luar biasa adalah kepentingan politik.

Mengaitkan dengan segala teori yang tidak penting, mengatakan sebagai pencitraan segala. Begini, gunakan akal waras, keluarga Jokowi memang tidak ada permasalahan luar biasa yang melingkupi. Apanya yang mau dibua sebagai citra. Itu lah adanya. Ada isu soal ini dan itu pun cenderung mudah dipatahkan dengan argumen sederhana dan semua menguap.

Berbeda ketika kelurga itu ada yang pemadat, pejudi, atau pelaku kejahatan seksual misalnya, apa minimal play boy. Kemudian dibuatlah settingan bisa photo bareng. Media sosial memberikan bukti bahwa  mereka bisa becanda, saling ledek sebagaimana hidup sebagai saudara. Setting-an? Boleh saja ada yang menuding demikian. Eh apa iya orang bisa konsisten di dalam keadaan demikian, untuk jangka waktu lima tahun ini? Coba lihat aksi artis yang mau tenar dengan membuat sandiwara, bisa berapa lama bertahan? Atau drama satu menegasi kisah yang lain.

Politisasi yang grusa-grusu sehingga membuat tudingan itu berbalik arah. Bumerang menghantam telak si pelempar. Dari da kejadian ini bisa dilihat lagi sebagai pelajaran bersama.

Jumatan itu kewajiban, bahkan konsekuensi atas hidup beriman. Kalau memang tidak bisa, ya katakan saja tidak bisa. Memang salah? Ingat ini negara Pancasila, memilih presiden bukan imam ibadah, atau imam masjid. Adanya sholat dan ajakan dengan pamflet segala adalah hanya sebuah upaya atas reaksi ejekan Jumatan di mana. Mengapa harus panik? Karena biasa memainkan isu agama untuk pihak lain.

Apa yang terjadi adalah bermain air terpercik muka sendiri. Khas anak kecil sebelum dimarahi, marah duluan, ngambeg, dan  membanting mainannya. Terus akan seperti ini. Susah memang menghadapi bayi gede yang sudah tidak mempan dengan botol susu lagi.

Tidak ada aksi apa-apa, mereka sendiri yang bereaksi dengan berlebihan. Ini kan sebentuk kepanikan dari kubu sendiri. Sama sekali tidak ada tanggapan dari pihak rival. Upaya mempertahankan apa yang tidak dimiliki akhirnya malah menjadi masalah sendiri. Belibet dan menyalahkan pihak lain.

Photo, jika tidak mau ribet biarkan saja. Mau menegasi apa yang faktual jelas susah. Tidak heran malah membakar muka sendiri karena main apa. Akhirnya dibalik silakan juga membuat momen keluarga sendiri. Ini jelas pelecahan atas keadaan faktual mereka sendiri. Jangan salahkan yang mengolok demikian. Aksi dan reaksi dalam politik jelas sangat wajar.

Mirisnya apa yang terjadi selama kampanye ini adalah kecenderungan hanya mengulik dan membesar-besarkan kelemahan dan potensi lemahnya rival. Program, visi dan misi, rancangan lima tahun ke depan sama sekali tidak tampak dipermukaan dengan gamblang.

Kerugian luar biasa bagi negara yang sedang melaju kencang ini. Sayangnya ada upaya untuk menahan laju karena beberapa kepentingan sesaat dan sesat oleh sebagian kecil pihak yang selama ini telah enak berpesta dan bancaan atas negeri ini.

Terbiasa tidak bekerja tetap menerima gaji, kini harus bekerja. Biasa memalak sana sini, kini harus mengencangkan ikat pinggang karena upeti makin seret. Padahal gaya hidup dengan istri dan bini di mana-mana kini susah harus berbagi dengan banyak dapur, sumur sudah ditutup dengan tertib hukum yang baik. Menyalahkan pemerintah, menuding KPK, dan membakar rakyat agar menolak kebaikan dan mendukung perilaku tamak mereka.

Model demikian yang mau dijadikan pemimpin. Logis kata Mahfud MD, perilaku politik jawab dengan politik, jangan lagi pilih orang-orang dan partai politik ugal-ugalan tidak mendasar.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun