Banjir di mana-mana, pemerintah menjadi tertuding. Namun di masa kemarau kekeringan pun melanda, lagi-lagi pemerintah dituding. Padahal banyak sekali upaya dilakukan. Apalagi kalau sawah menjadi puso karena acap air, atau gagal tumbuh karena kuranag air. Ironis bukan dengan air bisa seperti itu?
Nah, solusi yang jitu adalah bendungan. Termasuk juga untuk irigasi dan pengairan sawah, ladang, dan ketersediaan air minum dan air bersih dengan baik. Tidak lagi menjadikan air sebagai bencana sepanjang tahun. Lagi-lagi ini adalah mikir.
Jangan kaget, ketika kini bisa lebih banyak harga-harga kebutuhan itu terjangkau di hampir semua tempat. Keberadaan jalanan yang baik dari desa hingga kota, membuat produk di desa-desa bisa tersalurkan dengan lebih baik dan lancar.
Beberapa pernyataan yang mengatakan bahwa infrastruktur tidak penting itu orang yang hanya tahu di daerah rumahnya semata. Dan itu Jakarta lagi yang selama kemerdekaan selalu mendapatkan subsidi dari seluruh pelosok negeri ini, dan kini gantian untuk daerah lain yang puluhan tahun menyokong kini memperoleh perhatian.
Apa yang dilakukan memang terencana. Program yang terencana memang tidak akan secepat kilat hasil yang diperoleh. Pembangunan yang terencana dan memang akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memetik hasil sebagaimana mestinya. Toh hasil itu sudah bisa dirasakan dan dinikmati oleh sebagian besar rakyat negeri ini.
Upaya untuk menurunkan kepercayaan publik atas kinerja ini jelas dilakukan oleh birokrat lama yang terpangkas kepentingannya. Mereka ini tidak rugi namun tidak mendapatkan banyak keuntungan dari jabatan yang mereka pegang. Dulunya ada yang sulit mengapa dipermudah. Dan kini paradigma itu diubah, semua harus mudah buat apa susah-susah. Pola pikir dan perilaku nyaman sekian tahun itu yang menjadi masalah.
Ada juga pendapat yang mengatakan, Soeharto merencanakan, SBY membangun, dan Jokowi potong pita. Bagus juga pernyataan itu. Apa iya merencanakan sampai 32 tahun? Kemudian membangun 10 tahun? Dan dalam lima tahun kurang sudah gunting pita? Tentu semua sudah cerdas dan pintar, bisa membaca dengan baik pernyataan itu sebagai sebuah kegeraman atau iri.
Toh data bisa sangat mudah dilihat kok, jika itu berbicara jalan, berapa kilometer yang dibangun pada masing-masing era. Jika bendungan dan embung pun jumlahnya bisa dilihat. Kapan direncanakan, kapan dibangun, dan  kapan selesai dan peresmian.
Politikus, terutama politikus miskin prestasi, malah cenderung  membuat dikotomi pemerintahan. Padahal sejatinya tidak demikian. Roda pemerintahan dan jalannya pemerintahan itu berkesinambungan. Peran masing-masing, bisa dilanjutkan. Mirisnya bangsa ini memang masih terpaku pada egoisme dan keakuan semata.
Kesuksesan periode ini jelas tidak bisa dikesampingkan adanya peran dan peletakan fondasi pada masa lalu. Â Miris, bukan, jika kesuksesan pada periode ini bukan disyukuri malah dinyatakan sebagai sebuah kesia-siaan.
Apalagi jika hanya karena menutupi rasa malu karena enggan kerja keras karena takut membuat keputusan berat dan menyakitkan beberapa pihak. Jelas harus menggusur dan memindahkan beberapa desa, jika mau membangun bendungan. Asal jelas kegunaannya, toh rakyat akan rela hati. Yang tidak boleh itu adalah ketika menggusur dengan semena-mena dan mereka dibiarkan menderita dan sengsara.