Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Analisis

12 Alasan Memilih Jokowi

23 Januari 2019   05:00 Diperbarui: 23 Januari 2019   05:03 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Alasan Memilih Jokowi

Pasti akan membuat sensi, daripada ribet dan ribut, gak usah baca, yang jelas sudah  ngeklik, kalau masih panas juga, lebih baik buat artikel pembanding. Sederhana seperti itu, berbeda tidak perlu bermusuhan dan nyinyir, begitu kog repot, ikut almarhum Gus Dur. Jadi tidak usah mengotori lapak komentar segala.

Selama di dunia tidak ada yang sempurna, bisa menyenangkan banyak pihak, dan memuaskan seluruhnya. Sebagus apapun, tetap saja masih kurang, apalagi namanya tidak suka. Di mana-mana ada, pun yang asal berbeda juga tetap akan ada. Itulah dunia, hanya aneh ketika orang memaksa untuk sama, dan yang berbeda itu  musuh. Ini sungguh lucu.

Untung tidak memaksa semua sejenis. Baru ini yang membuat heran, mengapa tidak memaksa lawan jenis kelamin untuk sama. Lebih lucu lagi kalau ada yang senang sesama malah dihujat, ketika berbeda dalam pilihan politik malah memaksa sama, intimidasi, ngamuk, dan merasa lebih dari segalanya dari pada sisi lainnya. aneh.

Perbedaan dalam politik iu kodrati, tidak bisa dipaksakan, tidak akan bisa diubah dengan apapun. Mana ada orang lebih suka nasi goreng dikatakan bodoh karena tidak suka nasi rawon. Atau tidak suka warna pink dikatakan kampunya mengapa suka warna ungu. Makin kebolak-balik, yang harusnya wajar jadi ribet. Pas harusnya  ribet, malah santai.

Lihat tuh maling berkeliaran di gedung-gedung pemerintahan, tidak ada yang menghujat, mendemo, dan membuat petisi untuk menyingkirkan. Eh malah orang-orang yang bekerja baik, lurus, dan memberikan bukti dimusuhi dengan berbagai-bagai cara dan rencana. Apa sudah kebalik ya? Otak di perut dan kepala berisi lambung, sehingga kotoran di hasilkan kepala?

Mengapa memilih Jokowi dan bukan lainnya? Jelas sederhana. telah membuktikan, bukan lagi menunggu dua tiga tahun dengan dalih konsolidasi. Capaian jelas dan terukur, kelihatan, dan pihak lain pun tidak cukup menjanjikan untuk memberikan perubahan yang jauh lebih baik. Rekam jejak dan prestasi dari semua calon terpampang. Sederhana dan tidak repot.

Pertama, rekam jejak prestasi bukan pencitraan dan dicari-cari. Semua bisa dilihat dengan mata telanjang. Jika kesulitan Mbah Gugle siap membantu dengan mudah. Perjalanan panjang sebagai pejabat di mana-mana memberikan dampak yang bisa dirasakan dan ada hasil serta buktinya. Mau apa lagi coba seorang pemimpin dilihat dari hasilnya, apalagi prosesnya baik.

Dua, rekam jejak keluarga. Ini juga penting. Keluarga harmonis, membuat fokus kerja menjadi baik. Tidak tersandera kepentingan keluarga, misalnya perceraian akan membuat kondisi keluarga dan kinerja pasti terganggu. Pun keluarganya berjalan normal dan tidak ada gejolak lainnya yang mempengaruhi kinerja dan nama baik sebagai pemimpin. Ini penting meskipun bukan utama.

Ketiga, keluarganya tidak terlibat terlalu jauh di dalam pemerintahan, juga tidak ada yang masuk di dalam lingkaran kekuasaan. Tidak ada yang ikut dalam politik praktis secara langsung, menjadi bagian BUMN, atau ASN. Tidak ada yang salah misalnya terlibat di sana, namun bisa terjadi konflik kepentingan dan masalah jika ada persoalan.

Hal baru di mana biasanya pejabat itu akan membawa gerbong anak, ponakan, paman, mertua, dan seterusnya. Hal baru yang cukup memberikan harapan dan jaminan keadaan lebih baik dan ini juga menjadi contoh bagi anak buah. Perbaikan birokrasi buruk bisa diatasi karena diberi contoh dari pucuk pimpinan. Harapa bagus yang penting.

Keempat, prestasi, cukup fenomenal dengan keberanian memberikan satu harga BBM untuk Indonesia, bukan Jawa. Masih ada pro dan kontra dan di lapangan tidak akan seindah kampanye pasti. Namun bahwa sudah diupayakan dan bisa terjadi itu prestasi. Perhatian baik untuk seluruh anak negeri yang belum pernah dicoba, kali ini sudah terlaksana.

Kelima, pembangunan infrastruktur, meskipun pro dan kontra toh sudah banyak yang menikmatinya. Lepas kepentingan politis toh semua mengakui sukses dan jelas adanya. Sekali lagi bukan hanya Jawa. Jalan toll juga dibangun di Sumatra, Sulawesi, bahkan Papua. Ini hal lagi-lagi berbeda, selama ini hanya Jawa-Bali. Pemerataan yang lumayan sukses dan baru.

Keenam, baru kali ini bisa bicara banyak di level Asia, ketika Asian Games bisa berbicara banyak. Dua kali usia Orde Lama puluhan tahun lalu. Lagi-lagi ini soal politis, jika mau obyektif toh memang berhasil dengan baik. Berhasil dalam hal prestasi dan juga tuan rumah. Lagi-lagi baru, jadi jangan sensi lagi.

Pembangunan prestasi ini bukan sepele dan tidak sesederhana yang tampak dalam Asian Games kemarin. Perjalanan panjang karena memang dipersiapkan dengan matang dan terencana dengan banyak terobosan baru. Prestasi tidak ada yang mudah dan murah. Dan di sana benar-benar direncanakan dengan terencana. Kerja tim yang dibangun dengan kehendak baik yang kuat.

Ketujuh, jalannya pemerintahan berjalan dengan relatif baik. Relatif mengapa? Toh diwarnai dengan politikus malas kalah, masih bisa berjalan dengan hasil yang baik. Susah membayangkan jika yang lampau yang menghadapi serangan ini. Bagaimana  dengan gangguan demikian kuat, toh masih bisa memberikan dampak yang baik di dalam berbagai bidang. Ini tidak mudah.

Kedelapan, bekerja dalam diam dan fokus. Tidak banyak ide, gagasan, dan omong dengan banyak bicara dulu. Bekerja dalam senyap namun memberikan hasil yang besar dan berdampak.  Penguasaan blok Mahakam, Free Port, dan juga kerja sama dengan Swis soal korupsi. Tanpa gembar-gembor toh bisa diperoleh. Padahal dulu-dulu hanya omong dan rencana.

Kesembilan, tidak terlibat langsung dalam partai politik, apalagi ketua, sehingga bisa fokus dalam bekerja di dalam membangun negeri. Ribet banyak ketua umum partai, masih juga menjadi ini dan itu, sehingga bisa mengurangi konsentrasi karena adanya kepentingan juga untuk mengurus partai.  Toh kepentingan partai juga perlu energi yang cukup besar.

Kesepuluh. Politik waton sulaya, sudah terbukti di Jakarta. Karena perbedaan di dalam pemilu, eh kinerjanya dinisbikan dengan diganti. Ini terlalu mahal jika dalam kerangka Indonesia yang demikian besar. Sayang jika hanya karena perbedaan dan merasa agar diingat kemudian mundur lagi apalagi sudah didengungkan akan menghidupkan Orde Baru lagi. Ini bisa berbahaya.

Kesebelas. Bisa berlaku sebagai pemimpin. Tidak mudah baper, difitnah, dinyinyiri, dan diperlakukan apapun, bisa bersikap bijak dan tetap jalan sesuai dengan tugasnya. Hal yang baik sebagai pemimpin, di mana itu adalah konsekuensi, dan tidak berpengaruh bagi kinerjanya. Bisa memilah dan fokus pada kinerja, bukan soal penilaian pihak lain. Lumayan meyakinkan.

Kedua belas. Prestasi kerja, di mana diawali dari bawah dan memberikan dampak yang baik dan kuat. Di mana memimpin, jejaknya  bisa diketemukan, dan itu adanya prestasi dan diakui, bukan hanya klaim atau pencitraan. Lepaskan sudut pandang politik dan akan jelas melihat. Tentu bukan pemujaan buta semata. Tidak banyak yang demikian.

Di balik itu semua, tentu ada kekurangan dan kegagalan di dalam banyak hal. Masih perlu waktu dan kesempatan, dan UU juga masih memberikan ruang, mengapa tidak dilanjutkan untuk dapat memperoleh hasil yang semestinya.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun