Lingkaran setan rekrumen, termasuk dalam hal ini adalah pencalonan menjadi kepala daerah atau legeslator, masuk sekolah terutama kedinasan dan beasiswa penuh, bagaimana jika mau masuk pakai uang, di dalam proses nanti bekerja akan juga melakukan hal yang sama. Mana mau keluar modal tidak balik modal, mana mau menanam namun panennya cuma pas-pasan bahkan kurang. Masalah di awal, bukan ditambahi hasilnya.
Penegakan hukum yang sama sekali tidak memberi efek jera. Mengapa? Maling berdasi ini masih kaya, tidak ada yang dimiskinkan. Keluar dari penjara masih juga bisa berkuasa dengan uangnya. Orang masih takut padahal dengan maling. Miris lagi jika masuk pada kekuasaan, terutama legeslatif dan kemudian mengulangi lagi dengan cara yang lebih canggih. Ingat banyak kejahatan jalanan itu keluar dari penjara makin lihai. Hal yang sama bisa terjadi bagi para maling berdasi ini.
Penghargaan atas pross bukan hasil lagi. Orientasi hasil dengan menggunakan segala cara, naifnya itu juga pola kerja koalisi ini, bagaimana mereka mau menritik perilaku demikian, jika mereka juga hanya mampu berbuat level itu.
Sikap dan penanganan dengan menciptakan rasa malu atas hasil nyolong. Hal yang masih jauh dari harapan. Bagaimana pengacara berjubel membela maling ini. Coba mana mau  berebut jika mendampingi maling ayam yang sudah digebuki itu. alasan toh hukumannya tidak sampai butuh pengacara. Bukan soal itu, namun soal keadilan dan uang pantas dan tidak.
Perlu dipikirkan bahwa malu dan merasa berdosa memberi makan keluarga hasil nyolong. Selama ini malah bangga karena sekolah di sekolah mahal, jalan-jalan mall atau luar negeri, padahal hasil korupsi. Coba jika mereka malu dengan demikian?
Uang hasil nyolong bisa membayar suap bagi semua lini penegak hukum. Ini juga bukan soal gaji penegak hukum yang kecil, namun sikap rakus dan tamak. Bagaimana orang maunya memakai tas harga ratusan juta, apa daya gaji hanya jutaan. Tidak malu menerima sogokan dari pelaku kejahatan yang mau mendapatkan fasilitas berbeda.
Masalah itu komplek ketika berbicara pada ranah gaya hidup. Orang  memiliki uang dan kesempatan, akan terus meningkat kenginan dan kebutuhannya. Apalagi tabiat bangsa yang masih kemeren, merasa harus sama atau lebih dari orang lain. Namun tidak mau tahu dan realistis bahwa mereka latar belakang berbeda. Ini sangat jamak di dalam masyarakat bangsa ini.
Ternyata hanya diberi tambahan gaji. Ditambah gaji juga hanya akan mengubah gaya hidup, bukan memperbaiki kualitas hidup. Kinerja masih sama saja nol besar. Uang negara juga terbatas mau dari pada mengolah untuk menaikan gaji? Utopis, instan, tidak berdasar.
Baik dan benar meningkatkan gaji itu sebagai sebuah alternatif, namun apakah menjawab persoalan? Sama sekali tidak, karena memang tidak menguasai permasalah yang ada itu karena apa. menjawab fenomena semata, tanpa tahu akar faktualnya.
Susah melihat lebih jauh karena memang hanya segitu kemampuannya. Seumpama atlet lompat tinggi, rekor terbaiknya 200 cm, mana bisa diminta memberikan hasil capaian 225 apalagi 250 cm. Artinya kemampuannya ya memang hanya sebatas itu.
Nah apakah mau negeri ini dipimpin orang pas-pasan, padahal ada yang sudah membuktikan kinerjanya dengan relatif baik. Bangsa ini perlu pekerja keras bukan hanya omong indah.