Tampang Boyolali, lagi-lagi menegaskan betapa bobroknya Jateng. Masuk hotel saja tidak pernah, menyebut nama-namanya saja tidak bisa. Apa iya sih? Padahal bandara Adi Sumarmo itu Boyolali, artinya akses transportasi sangat lancar, kecuali kereta api dan kapal laut. Angkutan bis 24 jam selalu ada, baik jalur Semarang-Solo, ataupun Solo dan sekitarnya ke  Jakarta dan sebaliknya.
Mengapa tampangnya dijadikan bahan seolah paling ndesa seluruh Indonesia?  Padahal banyak pejabat negara berasal dari sini. Ya suka-suka yang menyebutlah.
Orang Jawa Tengah itu selain bobrok juga penakut. Tidak ada demo berjilid-jilid seperti di Jakarta lampau. Mengapa begitu?
Jelaslah orang Boyolali lebih enakan ngarit, dari pada demo yang makan nasi bungkus yang di jalan. Anak istri memang ada amplop. Tapi tak tidak ada sapi yang mau nasi bungkus dan amplop. Wajar jika tidak ada demo berjilid-jilid.
Pendemo itu juga tidak ada dari Klaten, lebih baik macul, tandur, menghasilkan panenan beras Dlangggu yang tidak akan terganggu isu beras impor. Eh padahal yang kena kasus mafia beras dulu siapa ya? Kog jadi ingat lagi sih.
Sragen juga wegah demo berjilid, lebih enaknya ngluku, daud, lan ngarit. Penyandang dana jauh, tidak ada, juga buat apa menjatuhkan Jokowi, wong sedulur e dhewe. Ingat konteks Jawa Tengah, kultur sanak kadang masih cukup kuat.
Diusik tidak akan marah atau panas, tapi ingat keris ada di mana? Benar, belakang. Apa artinya? Ya siap-siap nyungsep. Koalisi mereka yang cukup mewakili di pilkada banyak menghasilkan NOL lho di beberapa TPS. Apalagi kini tanpa PKB.
Hasil buruk sudah akan di depan mata bagi mereka di Jawa Tengah. Lucu dan anehnya mereka menaruh pusat BPN di Solo, coba apa tidak melempar kotoran ke muka itu? Mereka ini sudah kalah banyak di sini, eh malah membuat ulah tidak simpati.
Bedakan pendekatan Jokowi di mana ia kalah? Sumatera Barat, apa yang ia buat di sana? Kunjungan berapa kali? Falsafah Jawa digunakan, mangku, di mana orang di-slondohi, dengan sikap merendah dan mengambil hati. Pun Papua, Madura, Jawa Barat. Ini bukan soal memang kalah, namun soal pendekatan personal itu penting.
Tampilan 02 cenderung mengedepankan kekuasaan. Bagaimana ia memandang presiden sebagai komandan penegakan hukum, jelas sumir. Lembaga penegakan hukum independen, meskipun benar yang mengangkat toh dengan keppres. Komando dalam arti kebijakan politisnya ikut terlibat di dalam. Melihat rekam jejaknya kog tidak sampai ke sana. Sedikit spekulatif bahwa hal ini hanya akan mengulang Orde Baru, di mana presiden adalah penguasa tunggal. Apa beda dengan raja jika demikian?
Jelas bukan apa yang ada dalam benak 02 hanya untuk merusak reputasi Jokowi, termasuk asal-usulnya. Lha apa ya salah warga Jawa Tengah memilih banyakan ke saudara sendiri, plus sudah jelas kualitasnya di dalam kepemimpinan. Apa yang sudah jelas itu mau dibuat kabur lagi dan kembali ke masa kegelapan, ketakutan, dan kecemasan ala Orba?