Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Korupsi di Mata Capres

18 Januari 2019   12:58 Diperbarui: 18 Januari 2019   13:22 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Debat sudah berlangsung. Terus terang enggan melihat itu, karena sudah pesimis sejak awal akan seperti awal. Benar perkiraan, grup riuh rendag dengan tema yang identik. 

Membaca dan melihat beberapa pembicaraan, tertarik soal pemahaman dan ide mengenai tindak korupsi. Ini bukan soal sudah atau belum memerintah, namun sikap batin di dalam melihat masalah ini.

Korupsi sejak lama seolah menjadi penyakit bangsa ini. Dalam sebuah  bagian kisah Novel Burung-burung Manyar, Rama MangunWidjaya mengisahkan, seorang prajurit era perjuangan itu hanya tidur, menggodain gadis atau ibu-ibu di desa. Tidak pernah namanya ikut gerilya, namun dekat dengan pimpinan. Bisa saja ia berkelit dan bersembunyi.

Kemerdekaan datang dan si prajurit malas tadi ternyata datang ke tempat yang sama sebagai pejabat daerah. Masih sama petentang-petenteng apalagi sudah mendapatkan kekuasaan dan jabatan. Ini jelas sikap, susah melihat ini murni fiksi dari pengarang, lebih cenderung adanya pengalaman langsung yang penulis alami.

Beberapa hal cukup menarik disajikan oleh kedua kandidat. Pertama, mau menaikan gaji bagi pegawai. Jelas memperlihatkan pemahaman dangkal atas persoalan klasik korupsi. 

Ingat bagaimana remunerasi pegawai pajak baru dinaikan dan malah megaskandal Gayus terungkap dan itu belum juga berbicara banyak. Pun di lembaga kehakiman, gaji sudah dinaikan berkali lipat, toh masih juga hakim antri dicokok KPK.

Koalisi juga pernah menyatakan bukan bahwa maklum saja gaji gubernur kecil, jika menyelewengkan anggaran. Kata Zulhas ketika banyak kadernya yang juga gubernur satu demi satu masuk antrian sel KPK. Miris jika hal yang sama dianggap sebagi hal yang benar dalam mengatasi masalah korupsi.

Gaji bukan menjadi masalah, ini sikap mental dari pegawai yang memang dasarnya maling. Gaji tinggi masih maling, jelas karena tamak dan rakus, tidak cukup dengan apa yang diterima. Mau berapa saja akan kurang. Jelas solusi tidak mutu.

Kedua, memandang korupsi kecil-kecilan, bolehlah. Susah juga jika perilaku jahat masih bisa ditoleransi. Bagaimana penghayatan agama dan spiritualitasnya jika demikian. ketika kecil dibiarkan akan menjadi besar. 

Ingat lobang gigi kecil tanpa penanganan akan menjadi besar. Hal yang sama juga terjadi dalam kisah korupsi. Kecil tidak diatasi akan membesar, bukan malah dibiarkan kecil saja.

Ketiga, menghukum koruptor ke pulau terpencil dan membiarkan mereka untuk "kerja rodi" di sana. Ini jelas olok-olok asal beda dengan kondisi yang terjadi selama ini. Bagaimana  mereka memandang korupsi hanya untuk debat dan terdengar mentereng. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun