Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kata Fahri Hamzah, Pidato Kebangsaan Tidak Menakutkan Musuh Politik

17 Januari 2019   11:15 Diperbarui: 17 Januari 2019   13:44 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Musuh. Rival sebagai rekan sejalan, sesama dan bahkan bersama menuju pada satu tujuan yang sama itu dimaknai lain. beberapa hal bisa disebutkan sebagai pemaknaan musuh itu.

Satu, soal rupiah yang naik turun beberapa waktu lalu, itu kondisi global, bukan hanya rupiah. Jika jernih dna obeyktif tentu akan bersama-sama mencari jalan keluar. Karena melihat itu sebagai musuh dan kesempatan untuk "membinasakan" musuh, meluncurlah tudingan pemerintah tidak becus. Diam seribu bahasa ketika kini rupiah sangat perkasa di hadapan mata uang lain.

Dua, mengenai hutang negara. Data yang disampaikan ada yang dippenggal, penggunaan yang tidak dinyatakan dengan semestinya. Mengapa demikian? Karena melihat rekan seperjalanan itu musuh dan bisa takluk jika isu hutang dihembuskan dengan kencang.

Ketakutan. Ketakutan juga kecemasan, sikap pesimis, khawatir didengung-dengungkan. Hal ini juga berkaitan di dalam melihat rival dalam pilres itu sebagai musuh.  Berapa kali saja mengatakan negara akan punah. Mendramatisir kejadian yang di mana-mana toh terjadi, soal bunuh diri dibarengi narasi soal kemampuan ekonomi dan kesejahteraan. Memang ada negara di dunia ini semua penduduknya sejahtera?

Mengenai ekonomi sulit, yang sudah dibantah oleh sikap dan pilihan hidup mereka yang ada di dalam koalisi mereka.  Pergi dengan jet pribadi. Menyumbang dana kampanye hampir 40 M, dan coba jika itu dipakai untuk panti asuhan coba? Apa mereka mau?

Dua kali saya mengutip pernyataan Hasto Sekjend PDI-P yang mengatakan pemilu dan demokrasi itu mau menang atau kalah itu ada batasnya, periode menang dan periode kalah, mengapa harus menghabiskan energi hanya untuk pemilu dengan permusuhan. Hal yang cukup bijak direnungkan di dalam keadaan kampanye dan pemilu yang seolah-olah adalah akhir segalanya.

Menang dan kalah itu natural dalam pemilu, bukan hanya soal menang namun juga tanggung jawab untuk bangsa dan negara. Masih perlu banyak belajar berdemokrasi tampaknya.

Terima Kasih dan Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun