Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Menggali Harta Karun" di Swis, Jokowi Mendapatkan Keuntungan Ekstra

15 Desember 2018   11:11 Diperbarui: 15 Desember 2018   11:13 956
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berbagai isu mengenai harta karun peninggalan pemimpin ini dan itu banyak beredar. Perlu mahar ini dan itu agar bisa menggali dan mencairkannya, jika berupa simpanan bank. Berbagai bentuk ada emas batangan katanya peninggalan Bung Karno yang ditimbun di lereng Gunung Lawu. Ada juga rekening di Bank Swis, kemarin ada pesohor Ratna Sarumpaet yang ternyata juga teperdaya pula.

Ketika ada teman yang memperlihatkan emas sebesar korek api Z, langsung saya tidak percaya, karena rumahnya itu direhap bertahun-tahun masih juga demikian. Kalau itu memang emas asli, akan dijual dan membangun rumahnya dan akan meyakinkan. Dia berkisah katanya masih ada berkilo-kilo lainnya. Makin tidak percaya.

Hal yang sangat wajar terjadi di tengah anak bangsa yang masih percaya mistis, legenda berbalut opini, dan sejenisnya. Sekelas menteri pun pernah melakukan bahkan aksi menggali harta karun tersebut. Lagi-lagi penghentian upayanya pun masih berbalut mistis, bukan lagi rasional. Ada pekerja yang hatinya  gak bersih, dan juga konon ada pihak yang meminta bagian untuk dirinya, sehingga hartanya hilang.

Selevel menteri, pengetahuan dalam hal ilmu jelas baik, apalagi ilmu agama jelas tidak kurang-kurang, toh masih percaya yang model demikian. Jadi ketika hal ini masih terjadi hingga hari ini ya sangat bisa dimengerti. Kadang bergerak lebih sedikit rasional, mengenai dana di Bank Swis, yang meminta dana operasional yang ujung-ujungnya adalah penipuan.

"Harta karun" itu memang ada di Bank Swis dan beberapa negara surga pajak, seperti Panama, Dominika, pun tidak ketinggalan negara tetangga paling dekat Singapura. Di sana banyak dana dari anak bangsa ini yang parkir. Cukup besar. Ketika tiba-tiba heboh adanya upaya penarikan dana dari Bank Swis akhir-akhir ini, jadi tertarik untuk mencari-cari info dari Mbah Gugle dan memang cukup banyak ulasan, baik yang ilmiah ataupun berbalut dengan legenda dan katanya semata.

Berbicara mengenai kerahasiaan nasabah memang tidak ada yang bisa menandingi Bank Swis. Kerahasiaan yang sangat tua, bahkan hingga abad pertengahan, yang mendapatkan payung hukum sebagai Hukum Perbankan pada 1934. Kerahasiaan yang sangat personal ini bertahan berpuluh tahun, hingga pada 2009 mereka terkena imbas begitu banyaknya isu penyucian uang, sehingga diadakan amandemen. Amandemen untuk melindungi mereka dari upaya tindak kejahatan.

Beberapa pihak skeptis mengenai isu dan pernyataan dari banyak pihak karena adanya kerahasiaan Bank Swis yang tidak kenal kompromi. Ternyata ini buka isapan jempol semata, karena memang perkembangan zaman memungkinkan adanya perubahan. Dan pandangan skeptis itu justru ke belakang. Sebenarnya bukan hanya Indonesia, bahkan Australia juga merasakan dampak yang sama. Mereka boleh dan bisa mengintip wajib pajak mereka yang memiliki "simpanan" di Swis.

Perjalanan panjang sebenarnya, bukan tiba-tiba menjelang pemilu dan pilpres kemudian berita ini muncul. Memang ada isu soal besaran nominal yang itu bukan yang utama, atau asal-usul yang hanya berbicara soal Cendana semata. Ini berkaitan dengan hasil korupsi dan pencucian uang yang ada di Swis.

Pada pertengahan 2017, Dirjen  Pajak melakukan penandatanganan  bersama dengan Dutabesar Swis mengenai  deklarasi bersama dalam rangka implementasi pertukaran data keuangan untuk kepentingan perpajakan.

Pertukaran tersebut akan secara otomatis dimulai pada 2018 dan pertama kalinya adalah pada tahun 2019.  Hal ini mengawali kerja sama karena juga berkaitan dengan UU dalam negeri Swis yang diambil pada 2017 yang lalu juga. Jadi ini  bukan semata soal tahun politik dan berkaitan dengan Cendana atau pihak manapun secara spesifik.

Penantanganan dengan Swis ini juga membawa efek domino, karena Singapura menghendaki adanya kerja sama dengan Swis jika hendak membuka data wajib pajak yang ada di negeri singa tersebut. Singapura pun akan sepakat karena adanya kerjasama dengan Swis tersebut. Hongkong, China, dan banyak negara yang sudah menjalin kerjasama untuk meningkatkan transparansi keuangan.

Rangkaian panjang ini sebenarnya bukan semata berbicara harta karun pepesan kosong, namun mengenai korupsi dan sifat tamak sebagian anak bangsa. Tidak terbatas pada klan Soeharto semata, namun juga para pengusaha kakap yang enggan memberikan dan memenuhi kewajiban mereka bagi bangsa yang telah memberikan mereka banyak hal.

Mengapa Jokowi bisa bertindak demikian tegas?

Reputasi, rekam jejak Jokowi yang relatif bersih di antara birokrat dan politikus tamak dan kotor. Ini yang sangat susah di tengah bangsa yang memang sudah sangat kritis atas penyakit akut korupsi. Memang bahwa kinerja KPK, bahkan kejaksaan dan kepolisian juga sudah beranjak membaik. Namun tanpa kepemimpinan bersih dan berani semua tinggal omong kosong saja.

Kabinet yang diisi orang-orang relatif bersih dan profesional, lepas beberapa catatan buruk yang mengikuti di mana ada pula yang terindikasi menyimpan dananya di luar negeri. Kerja keras Menteri Keuangan dan pengalamannya sangat membantu presiden dalam hal ini.

Rezeki bagi pemerintah dan Jokowi karena era keterbukaan Bank Swis juga membantu terciptanya pemerintahan bersih yang sedang diupayakan. Dulu selalu mentok pada kebijakan negara lain yang tidak bisa diganggu gugat.  Keuntungan yang tidak bisa dijadikan bahan nyinyir atau iri.

Keluarga Jokowi sebagai pribadi yang jauh dari hiruk pikuk bisnis dengan modal wah, sangat membantu Jokowi menciptakan rencana baik ini. Kita  tentu belum lupa, paham, jika beberapa anak pejabat bahkan presiden biasanya bisnis di mana modal sangat besar, memang  juga penghasilan luar biasa, namun susah bisa bertindak lugu, seperti dalam pertambangan atau properti dan infrastruktur. Ini adalah gambaran awal memang menjaga jarak dari konflik kepentingan.

Apakah hal ini akan mudah dilakukan?

Jelas tidak, karena banyak kepentingan yang terganggu. Aliran dana yang biasa berlimpah bisa tersendat, pajak yang biasanya bisa kongkalikong, harus bersih, yang biasanya aman di luar negeri tanpa harus dipotong pajak, mau tidak mau harus melakukan  kewajibannya.

Beberapa sikap skeptis dan cenderung menakut-nakuti jelas karena mau memberikan tekanan agar tidak diperpanjang. Mengatakan Bang Swis tidak akan bisa disentuh, perlu pengacara internasional yang sangat mahal, ini sama dengan pendekatan ketika mau mengambil alih saham FPI. Memberika ketakutan dan kecemasan yang toh tidak juga demikian.

Apa yang dilakukan pemerintah ini bukan semaya soal angka sekian ribu trilyun atau dari mana asalnya, namun bahwa mereka, para pelaku kejahatan atau penimbun  dananya di luar negeri perlu untuk ingat negara ini perlu banyak uang untuk  pembangunan. Egoisme mereka yang hanya mau mengeruk kekayaan bangsa untuk juga memberikan kontribusi sebaliknya.

Jika tidak melanggar hukum, tentu uang tidak akan disimpan jauh-jauh dan rahasia bukan? Ini saja hal sederhana sebagai bahan melihat apakah ada pelanggaran hukum itu. Memang bisa saja tidak semuanya adalah hasil melanggar hukum, ada yang hasil kerja keras, warisan, dan sebagainya, jika hal baik demikian tentu tidak perlu sembunyi-sembunyi.

Upaya ini termasuk juga revolusi mental yang mau digerakkan, namun banyak yang enggan karena sudah telanjut enak, nyaman, dan mapan puluhan tahun.  Hasil baik itu mulai menemukan jalan, apakah mau dihentikan dan dikembalikan ke zaman di mana bandit demokrasi beraksi sesuka hati?

Terima kasih dan salam

Sumber

katadata.co.id/berita/2017/07/04
katadata.co.id/berita/2017/06/23
www.viva.co.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun