Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Ke Mana Arah Politik Anies dalam Pilpres 2019?

23 November 2018   12:00 Diperbarui: 23 November 2018   12:30 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Cukup menarik membaca potensi arah Anies akan mengarah di dalam pilpres mendatang. Bagaimana posisinya di 2014 dan menjadi berhadap-hadapan karena berbeda di 2017, meskipun secara politik Jokowi tidak memihak sebagai presiden. Toh tetap dipahami sebagai bersikap berhadapan karena ada pada kubu Prabowo.

Sikapnya usai menjadi gubernur pun demikian nyata ada seolah perlawanan dan membawa diri sebagai oposan yang siap mengambil alih istana. Penggantian menteri yang salah. Beberapa kebijakaan era lampau, yang memiliki aroma Jokowi-Ahok diganti. Penggantian yang sangat tidak juga membawa keadaan lebih baik.

Diusung oleh partai Gerindra, jelas orang akan menilai pastinya Anies akan menjadi tulang punggung bagi koalisi Prabowo. Sangat wajar dan kalau tidak malah kurang ajar, meskipun atas nama pemerintah daerah lebih baik netral, toh tetap ada gawe yang harus ia buat sebagai wujud tanggung jawab politis. Jakarta lumayan lah suaranya.

Sikap yang masih adem-ayem selama ini belum memberikan bukti yang cukup nyata bagi dukungan Anies Baswedan bagi pasangan Prabowo-Sandi, belum pernah secara langsung sependek amatan saya ada dukungan formal sebagaimana pemimpin daerah lain. cukup wajar juga karena toh Anies bukan kader partai Gerindra ataupun partai lain yang ada di balik koalisi ini.

Kampanye ketakutan yang dibawa Prabowo mendapatkan pukulan telak oleh Anies.  Sangat berbeda sikapnya kali ini, apalagi pernyataannya yang secara langsung bahwa lebih menonjolkan peran Jokowi. Padahal bisa saja sebagai cara yang normatif ia pilih kata, frasa lain, toh ini jelas, gamblang, dan langsung.

Soal Jakarta akan tenggelem pada 2025, hal yang berulang soal ketakutan ini, Indonesia bubar, kekayaan Indonesia dikuasai 1% saja, perlu penggaung untuk menjadi besar. Apa yang dilakukan Anies malah makin jauh dari rencana itu.

Obyektif Jakarta memang turun permukaan tanahnya setiap tahunnya. Dan itu ternyata yang dimainkan untuk membuat orang cemas, khawatir, dan bisa bergolak tidak karuan. Coba jika Anies juga mengambil sisi yang sama, bisa menjadi ramai.

Pilihan Anies yang mengatakan  akan meneruskan sikap dan pembangunan pusat, dengan membangun tanggul raksasa, mulai memberikan arah ke mana pilihan Politik Anies itu akan bermuara.

Cukup berbeda dengan sikapnya selama ini, bagaimana ia berkali-kali menentang bahkan dengan kadang kengawurannya soal pembangunan Jakarta sebagai daerah dan pemerintah pusat yang juga memiliki tanggung jawab dan keinginan. Tidak ada respons menyalahkan pemerintah yang lalu, tidak ada juga upaya mendeskreditkan pemerintah pusat dalam hal ini Jokowi.

Tentu masih banyak yang ingat mengenai bau Kali Item menjelang Asian Games lalu, memorakporandakan trotoar menjelang AG juga, belum lagi soal reklamasi. Tidak kalah heboh soal kewenangan mengenai jalan tol dalam kota. Sikap yang sebenarnya jelas ke mana arahnya. Mengapa tiba-tiba demikian lunak ke pusat dan malah sengak ke  pengusungnya.

Tanggapan normatif yang tidak begitu mengagetkan jika seperti ini, jelas ini karena kerusakan yang ditimbulkan karena pembiaran selama ini. Penurunan yang  jelas-jelas ada, tanpa ada upaya nyata oleh pemerintah sebelum-sebelumnya. Hal yang sangat wajar seperti biasanya. Khas begitu menuding pihak lain.

Atau seperti ini, benar dan itu hanya bisa diatasi oleh pemerintah pusat yang kuat seperti kepemimpinan yang mengantar kepada saya menjadi gubernur di DKI. Saatnya berubah. Jika ini tentu malah tidak membuat kaget. Lha ini malah setuju dengan pemerintah pusat dan tidak mau menanggapi  pidato koalisinya.

Kedudukan pemerintah daerah memang ada kesatuan dengan pemerintah pusat, terutama dalam pembangunan yang melibatkan lintas provinsi, lintas kepentingan, seperti turunnya permukaan tanah seperti ini. Daerah tidak akan mampu. Namun mengapa hanya sekarang beda dengan beberapa bulan lalu?

Harapan bahwa ia bisa juga menjadi salah satu kandidat dalam pilpres dengan melakukan "perlawanan" tentu bisa juga. Kemungkinan yang realistis juga, toh dulu ikut konvensi  Demokrat, bukan tidak mungkin bahwa harapan untuk itu masih cukup kuat. Kondisi yang  terbatas oleh PT yang tinggi toh masih ada harapan dengan opsi lain.

Susah menerobos dua kandidat antara Jokowi dan Prabowo, Demokrat yang lengkap modalnya saja dengan AHY tetap tersingkir, realistis jika ia akan digandeng  Prabowo menjadi wapres. Sikap yang berseberangan dengan pusat memberikan kode, signal, dan  arah ke mana hendak membawa nasib politiknya. Toh kardus yang berbicara dan ia sendirian mengelola Jakarta.

Jawaban Anies Baswedan ini cukup kuat mengindikasikan bahwa ia lebih realistis sebagaimana rekan-rekan gubernur lainnya di dalam memilih dukungan kepada siapa. Pembangunan yang berkelanjutan memang sudah telanjur banyak membuat pemerintah daerah kepincut kinerja pemerintahan sekarang.

Toh Prabowo tidak juga memberikan tawaran solusi, alternatif ide untuk menjaga agar tidak tenggelam. Coba bayangkan saja kalau diam saja buat apa menjadi pemimpin dan negara atau kotanya tenggelam?

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun