Apalagi PNS dan semua yang menjanjikan, sekolah kedinasan, sekolah negeri, PTN sama saja, semua perlu uang dan uang. SMP dan SMA negeri favorit pun demikian, kalau tidak lewat pintu belakang dan uang, mana bisa masuk. Banyak justru siswa dan mahasiswa potensial hilang.Mosok hal seperti itu yang mau dihidupkan lagi sih?
Penegakan hukum yang sangat tidak jelas. Kekuasaan trias politika hanya nama, sedangkan keputusan ya mutlak di tangan Cendana dan kepanjangan tangannya. Susah berkelit jika mengusik keberadaan anak-anak Cendana ini.
Nah apakah iklim usaha yang sudah mulai berjalan baik. Persaingan relatif sehat, dan pendidikan dan pekerjaan dilakukan dengan transparan itu mau dikembalikan ke era lampau itu? Â Benar bahwa masih banyak catatan dan perlu perbaikan, namun jauh lebih baik jika bukan era Orba yang menjadi rujukan.
Titiek mungkin lupa bahwa Abu Rizal Bakrie pernah jualan ini dan membuat Golkar makin tenggelam. Â Pandangan politik yang sangat miskin dari Titik ini juga sangat bisa dimengerti karena waktu ia belajar hidup di dalam kemewahan, mana mampu memberikan sikap kritis dan cerdas melihat realitas.
Ketidakpahaman Titiek karena kacamata yang ia kenakan hanya kacamata kuda, tidak pernah menangkap hal lain yang sangat jauh berbeda di balik Cendana itu begitu jauh berlainan. Mungkin perlu belajar dari Pangeran Gautama yang mamu menjadi Budha karena tahu realitas di balik istana yang tidak segemerlap apa yang ia alami.
Masih perlu belajar banyak. Jauh lebih penting  mengubah bandit demokrasi ala bapaknya yang bandit menetap dan kini berganti bandit menggembara, namun dampaknya tidak berbeda. Itu saja perbedaan Orba dan kini. Banditnya pun produk masa itu.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H