Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dua Politikus Ini yang Membuat Kisruh Jakarta?

3 November 2018   05:00 Diperbarui: 3 November 2018   04:59 1048
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Wakil Gubernur Jakarta masih kosong. Keadaan yang akan lama karena masih adanya tarik ulur kepentingan. Hitung-hitungan harus matang agar tidak terjadi kerugian pada pihak masing-masing. Ini yang membuat lama, berkaitan juga dengan pilpres dan keberadaan koalisi yang rumit. Sebenarnya sangat sederhana kalau saja kedua politikus ini tidak gegagah, main ngotot, dan memikirkan kepentingan yang lebih besar.

Berkepanjangan karena kepentingan prestisius DKI-2 dan 2024 bisa menjadi ajang promosi dan karpet merah  jika sukses serta gilang gemilang di Jakarta. Sebenarnya sederhana jika kedua partai mau kembali pada komitmen awal, apa daya kepentingan pilpres 2019 dan 2024 lebih kuat. Sikap curiga yang sangat wajar ketika kursi menjadi yang utama

Taufik menjadi politikus pertama yang menjadi batu sandungan. Selain ia adalah eksnapi korupsi, ia juga bersikukuh untuk menjadi DKI-2. Persoalannya sangat serius karena korupsi itu kejahatan luar biasa, lha ini pelaku, terpidana, dan mau menjadi pemimpin. Padahal Prof Mahfud MD dalam komentar dengan kasus yang sama mempertanyakan kepantasan tersangka korupsi menjabat.

Perilakunya pun masih cenderung korup, ingat bagaimana kisahnya dengan kisruh reklamasi yang membawa adik kandungnya ke penjara? Benar, belum masuk dalam kasus itu, namun tetap disebut paling tidak ada unsur "membela" kepentingan yang melawan kepentingan pemerintah, dan menguntungkan pengusaha.

Hal yang memberartkan lagi ketika ia juga berrsikeras untuk bisa menjadi caleg lagi, meskipun PKPU menyatakan tidak untuk ekskoruptor menjadi caleg. Upayanya memang difasilitasi Bawaslu, dan kemudian menjaid caleg. Dari sini sebenarnya bisa diduga bahwa ia haus kekuasaan dan sangat berpusat pada dirinya untuk menabrak aturan sekalipun.

Cukup menarik bahwa ia dulu tidak bersikeras menjadi calon dalam pilkada, artinya apa? Ia tahu tidak cukup mampu untuk meyakinkan pemilih. Pantas saja ia ngotot saat ini karena pemiihan melalui dewan yang jauh lebih sedikit dan bisa diharapkan cukup untuk membawanya menjadi pejabat yang prestius.

Kondisi ini sangat tidak mudah karena berkaitan dengan partai lain, PKS yang juga sama tidak cukup mampu berkontestasi dalam pilkada. Mendapatkan durian runtuh dengan pemilihan via dewan yang jelas lebih mudah. Persoalan menjadi tidak sederhana karena menyangkut juga pilpres. Ancama menghentikan mesin politik mereka untuk pilpres jelas ancaman serius, bukan hal yang kecil.

Jika Taufik bersikukuh ia tetap maju, dan PKS tidak akan dengan begitu saja rela tanpa mendapatkan apa-apa. perjanjian elit DPP yang tidak hitam di atas putih bisa dengan mudah dinyatakan itu urusan daerah. Nah posisi krusial ini apakah akan dikompensasi dengan lagi-lagi kardus? Susah juga diduga, karena semakin susah modal kardus yang dibutuhkan jika menyelesaikan masalah dengan kardus-kardus lagi.

Politikus kedua ada pada diri Sandi.

Ia sebenarnya sangat sederhana, tidak akan berkepanjangan jika tidak mundur. Sesuai dengan UU pun cuti masih diperkenankan. Mengapa harus mundur. Beberapa hal memang lebih "menguntungkan" mundur, namun risiko dan kemudian saling sandera begini malah merepotkan dan sangat merugikan.

Maunya membawa juga Jokowi untuk mundur, padahal jelas tidak mendasar dan tidak perlu juga harus mundur. Toh cuti bisa, pun dulu Pak JK dan PakSBY juga tidak mundur. Kepentingan bangsa dan negara lebih besar daripada hanya sekadar gegayaan semata. Ini pelajaran politik untuk Sandi bahwa politik itu bisa sangat liar dan tidak sesuai dengan prediksinya.

Sikap mundurnya Sandi ternyata demi ia bisa leluasa keliling Indonesia dengan sambil mengeluarkan joke murahan yang penting tenar. Soal benar dan fakta belakangan. Ketahuan minta maaf selesai polanya. Hal yang akan sulit ketika tetap menjadi wakil gubernur.

Tanpa mundur, tidak perlu ada polemik dan perebutan jabatan yang sangat menghambat pemerintahan daerah. Ini sangat serius, jangan dianggap sepele seolah-olah tidak ada masalah. sebentar lagi memasuki musim hujan, dan potensi banjir tampaknya sangat besar, di mana pengelolaan daerah penyangga dan sampah pun kemarin sangat bermasalah.

Siapa yang menjadi korban dari perilaku mereka berdua?

Pertama jelas daerah Ibukita Jakarta. Dengan dua orang saja sudah ngos-ngosan, apalagi sendirian. Pejabatnya pun bukan tipikal pekerja keras, selain pinter berwacana dan ide serta gagasan yang ironisnya susah diaplikasikan. Model pemikir belakang meja yang ternyata sangat susah diaplikasikan. Pembangunan cenderung mundur lagi, bukan hanya berhenti.

Kedua, secara politis jelas PKS karena mereka akan menjadi partai masa lalu semata. Posisi gagal mendapatkan wagub membuat keadaan PKS makin susah. Krisis kepercayaan ari Jakarta merembet ke daerah-daerah. Memang sangat susah keberadaan PKS dengan hanya satu kasus ini, belum lagi kasus lain.

Koalisi 02 pun tersandera, karena posisi perebutan ini jelas memperlihatkan kerapuhan kebersamaan mereka. Saling berebut jabatan yang tidak ada sangkut pautnya dengan pilpres, kemudian saling ancam untuk tidak kampanye pilihan presiden jelas preseden buruk bagi keberadaan pasangan 02.

Konsekuensi logis atas itu semua jelas akan diderita oleh;

Anies yang pontang-panting membangun Jakarta, dibarengi harus mempertahankan ide-ide utopisnya yang susah direalisasikan. Mempertahankan ide-ide Sandi yang  makin kelihatan belepotan. Habis energi untuk ini, jelas Jakarta  terabaikan.

Prabowo makin jelas kualitasnya lebih memilih kader dan partainya sendiri. Kampanye buruk untuk pilpres, hanya pilihan Sandi yang gegabah, dan ia jelas tahu namun diam saja. Sama gegabahnya.

Lagi-lagi PKS, PKS hanya jadi tunggangan Prabowo, dan mereka makin tenggelam karena tidak mampu mengatasi persoalan ini. Ancaman menghentikan mesin partai yang sama saja akahirnya,  hanya anjing menggonggong khafilah berlalu. Tidak akan ada dampak berarti dari Prabowo dan Gerindra.

PKS akan makin meredup dan kehilangan pamor karena kesalahan mereka di dalam menjalin komunikasi politik. Kebersamaan tidak sebanding, dan hanya menjadi sapi perahan saja. Kesalahan berulang yang tidak diperbaiki, konsekuensi logis jika ditinggalkan pemilihnya.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun