Wakil Gubernur Jakarta masih kosong. Keadaan yang akan lama karena masih adanya tarik ulur kepentingan. Hitung-hitungan harus matang agar tidak terjadi kerugian pada pihak masing-masing. Ini yang membuat lama, berkaitan juga dengan pilpres dan keberadaan koalisi yang rumit. Sebenarnya sangat sederhana kalau saja kedua politikus ini tidak gegagah, main ngotot, dan memikirkan kepentingan yang lebih besar.
Berkepanjangan karena kepentingan prestisius DKI-2 dan 2024 bisa menjadi ajang promosi dan karpet merah  jika sukses serta gilang gemilang di Jakarta. Sebenarnya sederhana jika kedua partai mau kembali pada komitmen awal, apa daya kepentingan pilpres 2019 dan 2024 lebih kuat. Sikap curiga yang sangat wajar ketika kursi menjadi yang utama
Taufik menjadi politikus pertama yang menjadi batu sandungan. Selain ia adalah eksnapi korupsi, ia juga bersikukuh untuk menjadi DKI-2. Persoalannya sangat serius karena korupsi itu kejahatan luar biasa, lha ini pelaku, terpidana, dan mau menjadi pemimpin. Padahal Prof Mahfud MD dalam komentar dengan kasus yang sama mempertanyakan kepantasan tersangka korupsi menjabat.
Perilakunya pun masih cenderung korup, ingat bagaimana kisahnya dengan kisruh reklamasi yang membawa adik kandungnya ke penjara? Benar, belum masuk dalam kasus itu, namun tetap disebut paling tidak ada unsur "membela" kepentingan yang melawan kepentingan pemerintah, dan menguntungkan pengusaha.
Hal yang memberartkan lagi ketika ia juga berrsikeras untuk bisa menjadi caleg lagi, meskipun PKPU menyatakan tidak untuk ekskoruptor menjadi caleg. Upayanya memang difasilitasi Bawaslu, dan kemudian menjaid caleg. Dari sini sebenarnya bisa diduga bahwa ia haus kekuasaan dan sangat berpusat pada dirinya untuk menabrak aturan sekalipun.
Cukup menarik bahwa ia dulu tidak bersikeras menjadi calon dalam pilkada, artinya apa? Ia tahu tidak cukup mampu untuk meyakinkan pemilih. Pantas saja ia ngotot saat ini karena pemiihan melalui dewan yang jauh lebih sedikit dan bisa diharapkan cukup untuk membawanya menjadi pejabat yang prestius.
Kondisi ini sangat tidak mudah karena berkaitan dengan partai lain, PKS yang juga sama tidak cukup mampu berkontestasi dalam pilkada. Mendapatkan durian runtuh dengan pemilihan via dewan yang jelas lebih mudah. Persoalan menjadi tidak sederhana karena menyangkut juga pilpres. Ancama menghentikan mesin politik mereka untuk pilpres jelas ancaman serius, bukan hal yang kecil.
Jika Taufik bersikukuh ia tetap maju, dan PKS tidak akan dengan begitu saja rela tanpa mendapatkan apa-apa. perjanjian elit DPP yang tidak hitam di atas putih bisa dengan mudah dinyatakan itu urusan daerah. Nah posisi krusial ini apakah akan dikompensasi dengan lagi-lagi kardus? Susah juga diduga, karena semakin susah modal kardus yang dibutuhkan jika menyelesaikan masalah dengan kardus-kardus lagi.
Politikus kedua ada pada diri Sandi.
Ia sebenarnya sangat sederhana, tidak akan berkepanjangan jika tidak mundur. Sesuai dengan UU pun cuti masih diperkenankan. Mengapa harus mundur. Beberapa hal memang lebih "menguntungkan" mundur, namun risiko dan kemudian saling sandera begini malah merepotkan dan sangat merugikan.
Maunya membawa juga Jokowi untuk mundur, padahal jelas tidak mendasar dan tidak perlu juga harus mundur. Toh cuti bisa, pun dulu Pak JK dan PakSBY juga tidak mundur. Kepentingan bangsa dan negara lebih besar daripada hanya sekadar gegayaan semata. Ini pelajaran politik untuk Sandi bahwa politik itu bisa sangat liar dan tidak sesuai dengan prediksinya.