Contoh berpendapat bahwa pemerintah  gagal mengendalikan dollar, padahal kondisi global yang tidak bisa dikendalikan pemerintah tidak mau tahu. Pembangunan infrastruktur jelas-jelas dinikmati, pun bisa dinyatakan rakyat tidak kenyang dengan jalan dan betol. Mereka tahu kebenarannya, namun memenggal dan menyembunyikannya.
Penegakan hukum yang susah karena pembiaran sekian lama. Pemimpin yang hanya mencoba menyenangkan banyak pihak, memilih untuk membiarkan pelanggaran hukum. Mereka yang biasa ugal-ugalan ini dikendalikan jelas meradang. Pemerintah yang kena imbasnya, apalagi dimanfaatkan bandit demokrasi yang  merasa seolah paling suci ini.  Simalakama, dan syukur bahwa pemerintah berjalan pada jalur yang benar dan tetap dengan sikap demikian.
Politikus dan bandit demokrasi yang hanya mengandalkan politik waton sulaya, jelas merangkul kelompok ugal-ugalan demi mendulang suara. Kelompok ini biasanya kecil, namun memiliki corong kuat dan bersifat intimidatif, jadi mengeroyok, nggrudug, dan akhirnya amuk sebagai andalan. Nah berhadapan dengan penegak hukum yang ternyata tidak bisa ditekan ini  mereka panik, akhirnya malah blunder karena kekurangan bahan dasar yang cukup.
Ketika jalur menggaungkan kecemasan, ketakutan, pembentukan opini terputus, mereka jelas kehilangan banyak kendali. Mereka menjadi panik dan membuat ulah yang justru malah menjadi bahan ledekan dan candaan semata.
Penegakan hukum dengan segala konsekuensinya itu berani ditanggung pemerintah yang tidak hanya berpikir soal populer, sedikit banyak menjadi penghiburan bagi rakyat yang bisa merasakan adanya kepastian hukum. Â Orang dan lembaga tidak lagi bisa seenaknya sendiri berbicara dan berdalih khilaf, maaf, atau atas nama kebebasan berdemokrasi lagi hanya karena kepepet.
Memang masih jauh dari yang ideal, namun cukup bagus dibandingkan era-era lampau yang bisa melenggang dengan leluasa karena banyaknya uang dan relasi yang bisa  membuat hukum berbeda. Harapan sudah ada, apa iya mau dipadamkan lagi.Â
Siapa yang biasa main-main dengan hukum? Klaim kalau atas nama demokrasi namun menebarkan kepalsuan dengan bangga? Apa iya model demikian bisa dipercaya? Sangat jelas jawabannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H