Fanatisme itu ke dalam, tidak perlu keluar. Orang sekarang cenderung fanatis ke luar, memaksakan orang sama dengan dirinya, padahal dirinya sendiri saja masih belum sepenuhnya mencerminkan hidup beriman. Kecenderungan ritual dan hapalan belum sampai penghayatan dan pengamalan agama.
Ketika hal-hal mendasar tersebut belum di atasi, kurikulum tetap saja hanya menjadi bahan mati, usai ujian ya masih tetap sama saja isi keyakinan dan otaknya. Mungkin nilai dalam transkrip A, namun perilakunya belum tentu demikian. Pendidikan masih sebatas ujian dan selesai, belum menjadi bagian utuh atas perilaku.
Pembiaraan selama paling tidak sepuluh tahun terakhir membuat orang bisa mengatakan dan menuding pihak lain sebagai musuh yang boleh dijadikan sasaran kemarahan. Liyan, menjadi gejala umum, keakuan menjadi tinggi. Jargon satu musuh terlalu banyak membuat bumerang bagi hidup bersama.
Penegakan hukum sangat lemah karena takut dominasi, gerudugan, dan cap antisesuatu, telah membuat gejala intoleran dan sikap menang sendiri makin kuat. Fenomena ini sebenarnya tidak banyak awalnya, namun karena pembiaran, merasa enak dan nyaman, ya akhirnya keterusan dan mendominasi pihak lain.
Politikus minim prestasi mencari panggung, siapapun paham siapa mereka bukan, ketika orang membutuhkan suara, mereka-mereka yang sejatinya di luar kepantasan un dirangkul. Mereka tahu kog Pancasila sebagai parameter hidup berbangsa namun apa semua demikian? Dan mereka berkepentingan untuk mendapatkan dukungan.
Sepanjang persoalan di elit, termasuk kementrian masih juga mendua, jangan salah jika akan makin menguat. Kurikulum itu hanya satu bagian kecil, yang tidak akan berdampak banyak jika dalam hidup bersama, sikap intoleran masih mendapatkan panggung dan makin kuat karena penegak hukum kuwalahan menghadapi serangan politis. Siapa mereka? Jelas paham bukan.
Ide perbaikan kurikulum memang baik dan bisa membantu untuk menyelesaikan, sebagai sebuah upaya bisa diterima. Jauh lebih penting adalah sikap. Sejak dalam pikiran sudah toleran, akan menjadi gaya hidup bersama sebagai satu saudara.
Terima kasih dan salam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI