Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Wuih Enaknya Jadi Jokowi, Jadi Jangan Iri

14 Oktober 2018   19:39 Diperbarui: 15 Oktober 2018   02:57 967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua, keberadaan Anies yang "merusak" Jakarta, parnertnya yang malah mau naik level menjadi wakil presiden dengan torehan jelas di depan mata, Jakarta yang mundur itu. Ini jelas sangat tampak. Apalagi kemenangan yang main kayu, politik rasialis, kasar, dan vulgar jelas sangat terpampang, Jakarta tentu akan belajar, mosok Indonesia mau diundur lagi ke zaman batu.

Kebersamaan dalam tim besar pun bekerja dengan cukup baik. Relatif jauh lebih baik di bandingkan penantang, ketika lebih banyak kisruh, saling serang dan tuding, dari jenderal kardus hingga jenderal baper. Dari operasi plastik hingga pemalas. Susah mau mengambil alih kendali poin ini.

Ternyata anak dan keluarga pun sangat memberikan kontribusi besar. Coba bayangkan dua anak menjadi bakul martabak dan pisang. Bandingkan sebelah yang kedua anaknya jadi politikus, satunya tidak terdengar padahal ketua fraksi. Satunya ditawarkan seperti asongan menawarkan cangcimen, eh tetap saja tidak laku. Coba bayangkan kalau begitu dilakukan Jokowi, apalagi yang anak-anaknya semua nyaleg dari partai yang sama itu?

Lumayan pilihan yang diremehkan sebagai tukang kayu itu dalam mendidik anak-anaknya, ternyata relatif aman dan itu jelas poin baik yang menjanjikan. Dua anak yang tidak jadi beban dan ngribeti, jika mereka dipaksakan atau memaksa di dunia pemerintahan dan politik, bisa kacau dan menjadi andalan untuk makin banyak tuduhan miring berembus.

Aku ra papa, ungkapan yang benar-benar dihayati, dijalani, bukan semata diucapkan. Tidak dijadikan beban di dalam hidup, apalagi menjadi baper, curhat, dan jadi ajang balas dendam. Syukurlah masih demikian, setalh empat tahun berjalan.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun