Merebut panggung justru lagi-lagi kehilangan panggung itu. Bagaimana ketika pidato Jokowi di forum internasional justru mendapatkan pujian dan apresiasi. Loyalis Prabowo pun banyak yang akhirnya dengan mau tidak mau mengakui, ada Rizal Ramli dan Andi Arief yang entah ksatria, atau kesandra mau mengakui kehebatan Jokowi.
Sisi lain, dalam forum kecil, nasional, khusus, eh Prabowo malah menjadi bahan tertawaan dengan pidatonya. Duplikasi milik orang lain, kampanye milih presiden bangsa lain, dan diambil demikian saja hanya mengganti kata saja. Jelas tidak kreatif dan mana gembar gembor anti asing itu atau tuduhan antek asing siapa sebenarnya?
Ini jelas langsung dua pribadi yang  akan bersaing di dalam pilpres nanti. Secara hadapan satu satu, beda panggung saja sudah kalah dengan telak. Sempoyongan yang belum sepenuhnya teratasi sudah kena uppercut pada dagu kali ini.
Tim pemenangan pun sama konyolnya, bagaimana tidak ketika prestasi Prabowo adalah menaklukkan gunung tertinggi dunia, padahal itu hanya tim di mana Prabowo menjadi komandan. Jelas bukan capaian pribadi, dan pengalaman di mana Prabowo merasakan dingin, susahnya ke Everest. Beda jika mengatakan pembebasan sandera di Irian Jaya kalau itu. Toh itu pun bukan prestasi di dalam memerintah dan birokrasi serta politis yang sering tidak mudah.
Sandiaga ternyata juga tidak menjadi tim pembangun yang solid. Memang hanya media tidak terkenal yang menyajika bahwa ia pernah ditinggalkan tuan rumah ketika berkunjung ke sebuah lembaga pendidikan. Walaupun media tidak tenar, ini adalah sebuah pernyataan, simbol bahwa ada ketidakrespekan. Ingat kita ini  budaya timur, tetap tidak akan meninggalkan tamunya apapun alasannya, kalau tidak sangat parah.
Keliling dengan banyak lontaran pernyataan yang sangat tidak bermanfaat, selain olok-olok. Mulai tempe setipis ATM, tempe sebesar tablet, tempe sachet, atau harga nasi ayam itu. Semua miskin esensi dan data, selain hanya menenarkan diri dalam trending media sosial, lha memang medsos yang akan menyoblos nanti?
Demokrat Merongrong dari Dalam
PKS masih menanti DKI-2, ini lepas, mereka bisa lebih sadis dari pada Demokrat hari-hari ini. Ini  tentu jadi pertimbangan dan menjadikan Prabowo pening tujuh keliling. Salah menyikapi bisa bubar jalan.
Demokrat mulai memuji-muji Jokowi, usai memberikan kebebasan bagi banyak kadernya untuk memilih mendukung Jokowi-KHMA. Ini bukan hal yang sederhana. Ini serius. Tentu karena tersingkirnya AHY secara tragis dan isu kardus itu.
Itu masih cukup wajar dan atas nama sakit hati boleh lah dikatakan mau apa lagi. Ketika kritikan secara langsung pada calon presiden dan wakil presiden ini sudah kurang ajar. Mereka sama juga meledakan kapal sendiri.
Mengatakan Prabowo pemalas. Ini sudah keterlaluan. Langkah kampanye itu kan bagian mereka bersama. Bagaimana mungkin bagian tim pemenangan menyatakan kalau Prabowo pemalas?Â